Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Redam Impor, Kimia Farma Nyatakan Kesiapan untuk Penuhi Kebutuhan Bahan Baku Farmasi Nasional

Redam Impor, Kimia Farma Nyatakan Kesiapan untuk Penuhi Kebutuhan Bahan Baku Farmasi Nasional Kredit Foto: Annisa Nurfitriyani
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Kimia Farma Tbk (KAEF) bertekad untuk terus mendukung program kemandirian farmasi dan alat kesehatan dari pemerintah, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. 

Kimia Farma melakukan dukungan melalui pengembangan dan produksi Bahan Baku Obat (BBO) dalam negeri bersama PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP) selaku anak usaha.

KAEF pun telah menggandeng perusahaan farmasi asal Korea Selatan yakni, Sung Wun Pharmacopia Co, Ltd. untuk membangun serta meningkatkan kapabiltas riset pengembangan dan teknologi BBO yang mumpuni, sehingga dapat menghasilkan BBO yang memenuhi standar kualitas nasional dan internasional. 

Direktur Utama KAEF, David Utama mengungkapkan jika upaya Kimia Farma ini juga merupakan wujud dukungan perusahaan dengan program pemerintah sesuai dengan arahan pemerintah pada Peraturan Menteri Perindustrian No 16 Tahun 2020 yang menjelaskan mengenai nilai bobot untuk komponen BBO sebesar 50%. 

Baca Juga: Sinergi Layanan Klinik Kesehatan, Kimia Farma Kolaborasi dengan IHC

“Dengan adanya peningkatan kualitas fasilitas produksi, serta inovasi dari Kimia Farma sebagai anggota Holding BUMN Farmasi, diharapkan Kimia Farma dapat ikut berperan dalam menurunkan jumlah impor bahan baku obat atau Active Pharmaceutical Ingredients (API) di Indonesia, serta dapat terus mengoptimalisasi penggunaan BBO Dalam Negeri,” kata David, dalam acara Media Gathering, di Cikarang, Jawa Barat, Senin (3/10/2022).

Ia menyebutkan jika sampai saat ini, PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia sudah memilki sertifikat Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI. Pengembangan Bahan Baku Obat dilakukan sesuai dengan program pemerintah dan prioritas kebutuhan nasional, dimana sampai tahun 2022 telah berhasil memproduksi 12 item BBO yang telah memiliki sertifikat GMP dari Badan POM RI sehingga siap untuk digunakan oleh seluruh Industri Farmasi dalam negeri.

Ia merinci bila dari 12 item BBO terdiri dari 3 BBO anti kolesterol yaitu Simvastatin, Atorvastatin dan Rosuvastatin, 1 BBO anti platelet untuk obat jantung yaitu Clopidogrel, 2 BBO anti virus Entecavir dan Remdesivir, 4 BBO Anti Retroviral (ARV) untuk HIV AIDS yaitu Tenofovir, Lamivudin, Zidovudin dan Efavirenz, 1 BBO untuk diare yaitu Attapulgite, dan 1 BBO untuk antiseptic dan desinfectan yaitu Iodium Povidon. 

“BBO tersebut telah memperoleh sertifikat Halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk mendukung implementasi UU 33/2014 Tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal,” tambahnya. 

Menurut David, ke depan perseroan akan meningkatkan produksi BBO, yang dilakukan demi mencapai ketahanan nasional. Apalagi, hingga kini Indonesia masih berada dalam era pandemi Covid-19. “Langkah strategis ini dimaksudkan demi mendorong kemandirian Indonesia dalam industri farmasi dari hulu ke hilir,” jelasnya. 

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia, Pamian Siregar mengatakan bila hasil produksi BBO pabrik yang dimiliki perusahaan di Cikarang, Jawa Barat ini masih diserap oleh Kimia Farma. Hal ini disebabkan, perusahaan masih mengalami kendala terkait change source. 

"Salah satu tantangannya itu kan proses change source-nya ya. Waktunya itu cukup lama, 1.5-2 tahun," ujar Pamian.

Baca Juga: Presiden Jokowi: Kalau Kita Punya, Jangan Impor

Selain itu, dari sisi harga BBO lokal lebih mahal dari BBO impor dengan selisih sekitar 25%. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan telah membantu industri obat melalui pendanaan demi mendorong perusahaan terkait untuk menyerap suplai BBO dari KFSP. 

Namun begitu, Ia menuturkan bahwa pda November tahun ini produksi BBO perusahaan akan mulai diserap oleh perusahaan farmasi dalam negeri. 

"Tahun ini yang sudah mulai yaitu Dexa Medica. Nah ini yang nanti pada saat HKN itu, Hari Kesehatan Nasional, mereka akan men-declare berapa kemampuan mereka menyerap," ungkapnya.

Selain Dexa, Pamian mengatakan, akan ada beberapa perusahaan obat lainnya seperti Phapros, Novell, Pyridam, serta Farenheit. 

Ia juga menegaskan, pemerintah mengambil langkah dengan produksi BBO dalam negeri bukan untuk menyaingi harga BBO produksi luar seperti China dan India, melainkan untuk ketahanan nasional. Pasalnya, harga BBO impor terbilang lebih murah, yang produksinya untuk kebutuhan global.

Pamian juga menyampaikan, KFSP merupakan pabrik untuk produksi nasional. Untuk itu, perusahaan juga melihat kebutuhan kebutuhan obat dalam negeri, yang dalam hal ini permintaan Kementerian Kesehatan. 

"Misalnya obat HIV AIDS, ini kan masih impor kita. Secara nasional value-nya tidak besar, tetapi kan Menkes ingin ini diproduksi dalam negeri demi ketahanan. Makanya kita produksi juga, sehingga seberapa besar kebutuhannya juga beda-beda.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: