Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ceritakan di Masa Soeharto, Rocky Gerung Kritik Intel Nyamar Jadi Jurnalis di Negara Demokratis: Nggak Etis!

Ceritakan di Masa Soeharto, Rocky Gerung Kritik Intel Nyamar Jadi Jurnalis di Negara Demokratis: Nggak Etis! Kredit Foto: Instagram Rocky Gerung Official
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kasus intelijen polisi yang menyamar sebagai wartawan TVRI sempat menyedot perhatian publik. Bahkan, pengamat politik sekaligus akademisi Rocky Gerung ikut buka suara.

Menurutnya, seharusnya tidak ada intelijen yang menyamar sebagai wartawan. Akan tetapi, jelas Rocky, berbeda ketika Indonesia berada di dalam situasi yang otoritarian, di mana kekuasan politik dikendalikan militer.

Baca Juga: Aturan KPU Soal Kampanye Dini, Dinilai Rocky Gerung Sengaja Dibuat untuk Jegal Anies Baswedan

"Ketika Indonesia ada di dalam situasi otoritarian di mana kekuasan politik dikendalikan oleh militer supaya stabil," ujar Rocky dalam akun Youtubenya belum lama ini.

Ia pun menceritakan saat tak sengaja pernah memergoki intelijen yang menyamar sebagai seorang penjual es lilin di kawasan Menteng pada era Presiden Soeharto. Mulanya, Rocky yang pernah tinggal di kawasan Menteng kerap melihat tukang es lilin selalu berkeliling.

"Dulu di daerah saya tinggal itu di Menteng dulu kita pernah pergok itu seorang tukang jual es lilin itu yang mondar mandir tiap hari itu," papar Rocky.

Namun, di satu momen Rocky sengaja membuka kotak es lilin yang ternyata terdapat pistol sehingga ia menganggap bahwa intelijen tersebut sengaja ditugaskan oleh lembaga intelijen untuk memantau keamanan lantaran terdapat kediaman Soeharto di Jalan Cendana.

"Lalu iseng buka kotaknya ada pistol di situ, lalu kita menganggap 'wah itu berarti Pak Harto di sekitar Jalan Cendana', dan dia cuma beredar di Menteng. Mungkin bahwa handytalky untuk memantau keadaan, atau mungkin dia secara resmi ditugaskan untuk jual es sekaligus dititipkan lembaga intelijen untuk sekaligus memantau," ungkap Rocky. 

Sebelumnya, Rocky menuturkan di negara otoriter, banyak wartawan merupakan seorang intelijen. Namun, kata dia, hal itu tak berlaku di negara demokrasi. "Di negara otoriter semua wartawan adalah intel. Jadi kalau di sini ada satu, jadi orang menganggap etika demokrasi ko nggak berlaku ya kan itu intinya," ujar Rocky.

Menurutnya, menyusupkan intelijen di ranah pers tidaklah etis. Adanya intelijen yang disusupkan ke ranah pers di era demokrasi. menurutnya, menunjukkan negara tak percaya pada pers.

"Jadi hal hal itu tidak etis walaupun itu intelijen, tapi kita negara demokratis. Jadi kenapa mesti disusupkan, apa nggak percaya pada pers. Itu artinya negara tidak percaya pada institusi yang akan mengawasi dia, yaitu pers dengan negara memasukkan di situ seorang Intel itu juga," papar Rocky.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: