Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pakar Hukum Tegaskan Kerugian Perekonomian Negara Harus Nyata dan Pasti

Pakar Hukum Tegaskan Kerugian Perekonomian Negara Harus Nyata dan Pasti Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pakar Hukum Pidana, Agus Surono menegaskan bahwa penghitungan kerugian perekonomian negara harus jelas dan pasti.

Sehingga, penghitungan kerugian perekonomian negara dalam perkara tindak pidana korupsi tidak boleh mengada-ada atau sekadar menafsirkan.

Demikian ditegaskan Agus Surono saat dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memberikan pandangannya di sidang lanjutan perkara dugaan korupsi terkait alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau, dengan terdakwa Bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi alias Apeng.

"Tentu kerugian perekonomian negara pun juga harus dimaknai adanya satu kerugian yang sifatnya nyata dan pasti. Bagaimana metodenya saya tidak tahu menghitungnya. Harus ada," kata Agus Surono kepada majelis hakim di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (9/1/2023).

"Jadi, tidak mungkin kalau tidak nyata dan tidak pasti, maka ini kan bertentangan dengan prinsip asas kepastian hukum juga bahwa harus ada kerugian yang sifatnya nyata dan pasti," sambungnya.

Agus menjelaskan, pandangannya tersebut mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU-XIV/2016. Di mana, putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016 mencabut frasa 'dapat' dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Putusan MK ini menafsirkan bahwa frasa 'dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara' dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor harus dibuktikan dengan kerugian keuangan negara yang nyata (actual loss) bukan potensi atau perkiraan kerugian keuangan negara (potential loss).

"Memang di dalam putusan MK, yang berkaitan dengan tafsir kata 'dapat' itu dimohonkan hanya berkaitan dengan keuangan negara saja," jelas Agus.

Dalam persidangan tersebut, Agus juga menjelaskan bahwa konteks perbuatan melawan hukum haruslah ada niat perbuatan melakukan pidana atau mens rea.

Baca Juga: Pemerintah Komitmen Lindungi dan Lestarikan Bahasa Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: