Rafael Alun Trisambodo yang baru saja dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Kantor Wilayah Jakarta Selatan II mendapat banyak atensi publik sebagai buntut dari skandal kekerasan yang dilakukan oleh anaknya, Mario Dandy Satrio. Menjadi objek perhatian masyarakat saat ini, kehidupan pribadi Rafael dan keluarganya pun menjadi sorotan, termasuk jumlah harta kekayaannya.
Diketahui memiliki jumlah kekayaan fantatis mencapai Rp56 miliar dalam laporan LHKPN-nya, banyak pihak merasa bahwa kepemilikan jumlah kekayaan ini terasa janggal jika disesuaikan dengan profil dan posisi yang dipegang Rafael. Tidak hanya mengundang kecurigaan publik, situasi Rafael juga mengundang kecurigaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga penegak hukum di Indonesia. Pakar menilai, situasi saat ini pun juga telah membawa dampak buruk bagi upaya perpajakan di Indonesia.
"Dampak dari kasus penganiayaan sang anak pejabat pajak ini tentu saja akan berdampak sangat besar bagi upaya pemerintah untuk menaikkan pendapatan pajak. Ulah sang anak ini tentunya tidak hanya merugikan profesi orang tuanya, melainkan juga berdampak pada institusi orang tuanya," tutur pakar kebijakan publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, dalam keterangannya pada Sabtu (25/2/2023).
Achmad menambahkan, "Terlebih di era sosial media ini di mana tindakan penganiayaan yang dia lakukan menunjukkan sikap arogansi dan sewenang-wenang sudah tersebar luas sehingga publik atau citizen yang dikenal kritis akan membongkar setiap detail dari sang pelaku penyaniayaan tersebut. Apalagi, kemudian profol sang ayah pelaku penganiayaan yang merupakan pejabat pajak tersebut tidak sesuai antara posisinya di Dirjen Pajak dengan deretan kekayaan yang dimilikinya."
Achmad menilai bahwa skandal akan berdampak kepada masyarakat pembayar pajak meskipun presentasenya masih belum dapat dipastikan. Namun, karena berita terus tersebar dan viral, dampaknya pun akan makin besar terhadap penurunan penerimaan pajak negara.
Hal ini dapat terjadi karena masyarakat berpandangan bahwa pajak yang mereka bayar ke negara sebagian besarnya tidak sampai ke negara melainkan dikorup oleh para pegawai pajak. Di mana masyarakat juga menganggap bahwa pajak yang dibayarkan hanya untuk memperkaya pegawai pajak sementara yang masuk ke negara hanya sedikit saja.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Nurdianti
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait:
Advertisement