China saat ini tengah mendapat banyak sorotan dari negara-negara dunia, karena tindakannya yang dinilai seringkali menciptakan ketengangan antar negara.
Salah satunya, perseteruan geopolitik antara China dan Amerika Serikat (AS) yang makin meruncing.
Beijing bahkan menyebut hubungan Amerika Serikat dan negaranya sedang menuju konflik yang tak terelakkan, jika Washington tidak mengubah pendekatannya.
Amerika Serikat balik menuding sebagai biang kerok konfrontasi didunia, dengan mengungkapkan beberapa fakta dan bukti tindakan sewenang-wenang Beijing terhadap beberapa negara-negara. Dintaranya, Pentagon mengeluh tentang Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) yang ‘melecehkan’ pesawat dan kapal dari banyak negara dengan cara menembakkan laser untuk menyilaukan pilot, penyadapan udara menggunakan balon yang berbahaya, manuver kapal perang Beijing kepada kapal negara lain saat berpapasan dengan mereka.
Merespons hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) menghimbau negara-negara dunia khususnya Indonesia untuk mengambil tindakan keras atas tindakan sewenang-wenang Beijing.
Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan kesewenang-wenangan China jelas menunjukkan perangi dan tabiat buruk Beijing sejatinya, yang tentunya dapat menggancurkan keberlangsungan hidup serta kedamaian berbangsa dan bernegara di dunia.
“Pertama, tindakan sewenang-wenang China bukan lagi mengganggu atau merusak kedamaian dunia, namun juga telah meluluh lantakkan kehidupan berbangsa dan bernegara di muka bumi ini,” kata AB Solissa kepada wartawan, Senin, (17/4/2023).
China bukan hanya sewenang-wenang pada negara barat, lanjut AB Solissa, Indonesia, Filiphina, Taiwan, Jepang, Australia adalah contoh negara yang sering kali di injak-injak kedauladannya oleh Beijing.
Sebagai contoh lainnya kesewenang-wenangan Beijing yang tak terbantahkan, yakni ketika maskapai penerbangan Qantas memperingatkan awak pesawat terkait gangguan komunikasi VHF yang dilakukan oleh pihak yang mengaku mewakili militer China.
Qantas mengatakan gangguan semacam itu telah terjadi di Pasifik Barat serta Laut China Selatan dan parahnya lagi, Australia melaporkan pesawat yang mengalami gangguan GPS yang diduga kuat ulah daro kapal perang Beijing yang beroperasi di sekitar barat laut Australia.
Bukan hanya Qantas, International Federation of Air Line Pilots Associations (IFALPA) mengeluarkan buletin keselamatan yang mengatakan pihaknya mengetahui maskapai penerbangan dan pesawat militer di Pasifik, Laut China Selatan, Laut Filipina, dan Samudra Hindia, diperintahkan oleh otoritas Tiongkok untuk mengalihkan jalur penerbangan untuk menghindari wilayah udara Beijing.
Sementara di Taiwan, hingga saat ini Tiongkok senantiasa meningkatkan ketegangan di Laut China Selatan yang sangat dekat dengan wilayah Taiwan, dan di sepanjang perbatasan dengan India, di Laut China Timur.
Beijing dikabarkan telah menghiasi wilayah udara dengan balon mata-mata, melobi beberapa negara di Pasifik Selatan, dan mencuri mitra diplomatik Taiwan.
Pekan lalu, Beijing mencuri Honduras sebagai sekutu diplomatik Taiwan, karena Taiwan menuntut USD2,4 miliar yang tidak masuk akal dari Taipei.
China juga telah membuat kemajuan di Pasifik, khususnya di Kepulauan Solomon, di mana Perdana Menteri Manasseh Sogavare tampaknya telah ‘berada’ di tangan China.
Sementara di Indonesia sendiri, China beberapa kali mengklaim kawasan Natuna sebagai milik mereka, dan kapal-kapal nelayan mereka acap kali mencuri ikan di perairan Indonesia dengan kawalan ketat kapal perang PLA.
“Jelas kan siapa yang memulai konfrontasi. Indonesia yang dianggap ‘little brother’ saja seringkali di ganggu tukang klaim (China),” ujar AB Solissa.
CENTRIS mengingatkan negara-nwgara dunia untuk mewaspadai taktik China menggandeng negara-negara lainnya seperti Kamboja,sebagai basis pertahanan dan kekuatan mereka melalui kerjasama investasi.
Saat ini dikabarkan bahwa Kamboja tengah membangun pusat pertahanan udara dan jaringan radar di Taman Nasional Ream yang berdekatan dengan Pangkalan Angkatan Laut Ream, yang mayoritas dikerjakan oleh China.
Dari berbagai laporan, pembangunan tersebut masuk dalam kesepakatan rahasia antar China dengan Kamboja yang ditandatangani pada 2019, dimana salah satu bunyi perjanjian kerjasama 30 tahun tersebut yakni perpanjangan otomatis dapat dilakukan Beijing sepuluh tahun setelahnya.
Gambar satelit Pangkalan Angkatan Laut Ream menunjukkan perkembangan yang cukup besar setelah pekerjaan perluasan yang didanai oleh Tiongkok dimulai pada pertengahan 2022.
Dua dermaga baru dibangun, kemungkinan untuk mendatangkan material konstruksi, sementara China juga sedang membangun dry dock, slipway, rumah sakit dan beberapa bangunan lainny
CENTRIS menilai sangat wajar banyak yang mensinyalir jika militer China bukan pihak satu-satunya yang bertanggung jawab atas timbulnya konfrontasi dengan negara-negara dunia.
Mayoritas menilai pemimpin-pemimpin utama Beijing yang di kontrol oleh Partai Komunis China dengan sengaja memaksakan negaranya untuk berperang.
“Logika sederhananya, tidak mungkin militer Beijing berani melakukan tindakan konfrontasi jika tidak diperintah atau setidaknya mendapatkan restu Xi Jinping dan Partai Komunis China,” tutur AB Solissa.
Yang sangat disayangkannya, Beijing hingga saat ini tidak melakukan apa pun untuk meredakan ketegangan antara China dengan negara-negara dunia.
Laksamana John Aquilino, Lepala Komando Indo-Pasifik AS, Laksamana John Aquilino berbicara pada acara yang diselenggarakan oleh Institut Studi Strategis Internasional, mengungkapkan bahwa pihaknya tidak melakukan kontak dengan mitra PLA terkait permintaan untuk berbicara dengan komandan Teater Timur dan Selatan.
Sentimen serupa diungkapkan Komandan Korps Marinir Amerika Serikat, Jenderal David Berger yang mengatakan pihaknya sudah tidak dapat lagi berkomunikasi dengan militer China.
“Menutup dirinya dan semakin beraninya militer China bukan tidak mungkin adalah pertanda Beijing siap berkonfrontasi alias berperang dengan negara manapun di dunia,” tutur AB Solissa.
“Apalagi label ‘biang kerok’ yang disematkan dunia kepada Beijing seyogianya harus meningkatkan kewaspadaan negara-negara dunia terhadap negara komunis ini,” pungkas AB Solissa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement