Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kekayaan Ikan di Laut China Selatan Jadi Pembahasan Serius Filipina dan China

Kekayaan Ikan di Laut China Selatan Jadi Pembahasan Serius Filipina dan China Kredit Foto: Reuters/Beawiharta
Warta Ekonomi, Manila -

Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr mengatakan, China telah setuju untuk membahas hak penangkapan ikan di Laut China Selatan. Dia mendorong jalur komunikasi langsung dengan Beijing mengenai perbedaan maritim.

Macros menyatakan, China telah setuju untuk membahas dan berbicara tentang hak penangkapan ikan Filipina di Laut China Selatan. Dia telah meminta Penjaga Pantai Filipina dan Departemen Luar Negeri untuk menyusun peta penangkapan ikan yang akan disampaikan ke Cina.

Baca Juga: Centris Sebut China Pencitraan soal Pertumbuhan Ekonomi

Dalam sambutan saat berada di atas pesawat ke Washington, Marcos juga mengatakan jalur komunikasi langsung Filipina-China akhirnya harus diadopsi.

"Prioritas keseluruhan adalah untuk menjaga wilayah maritim kita," katanya dalam sambutan yang dikeluarkan oleh kantornya.

Filipina menuduh penjaga pantai China melakukan "taktik agresif" menyusul insiden baru-baru ini selama patroli penjaga pantai Filipina di dekat Second Thomas Shoal yang dikuasai Filipina. Area ini merupakan titik nyala untuk pertengkaran sebelumnya yang terletak 195 km di lepas pantai Filipina.

Amerika Serikat (AS) telah mendesak China untuk berhenti mengusik kapal Filipina di Laut China Selatan. Sementara Beijing mengatakan bersedia menangani perbedaan maritim dengan negara-negara melalui konsultasi persahabatan, sambil memperingatkan Washington agar tidak melakukan campur tangan.

"Ini adalah hal yang... kami harap dapat dihindari, kali ini sedikit lebih berbahaya karena mereka dekat. Itu bisa menimbulkan korban di kedua belah pihak," kata Marcos.

China mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut China Selatan dengan "sembilan garis putus-putus" pada peta yang membentang lebih dari 1.500 km dari daratannya dan memotong zona ekonomi eksklusif Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei dan Indonesia. Putusan arbitrase internasional pada 2016 menolak garis itu karena tidak memiliki dasar hukum.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Advertisement

Bagikan Artikel: