Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Deklarasi Ganjar Pranowo Tak Ada Efeknya, PDIP Malah Hampir Terkejar oleh Gerindra

Deklarasi Ganjar Pranowo Tak Ada Efeknya, PDIP Malah Hampir Terkejar oleh Gerindra Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peta partai-partai politik makin dinamis dalam beberapa waktu belakangan. Gonjang-ganjing seputar penolakan tim Israel pada Piala Dunia U-20 memicu perubahan konstelasi baik dalam hal pencapresan maupun pertarungan partai-partai.

Temuan survei Indonesia Elections and Strategic (indEX) Research menunjukkan elektabilitas PDIP belum pulih, setelah sebelumnya anjlok dari 18,5 persen pada survei Desember 2022 menjadi 15,2 persen pada akhir Maret 2023, kini cenderung stagnan sebesar 15,5 persen.

Baca Juga: Buruh Malah Dukung Ganjar Pranowo, Rekam Jejak Anies Baswedan Enggak Legowo: UMP Lebih Tinggi, Diperjuangkan!

Keputusan PDIP untuk mempercepat deklarasi Ganjar Pranowo sebagai capres sehari menjelang perayaan Lebaran berhasil mencegah elektabilitas PDIP turun lebih dalam lagi. Sebaliknya dengan Gerindra yang terus mengalami kenaikan elektabilitas.

Pada survei Desember 2022 jarak elektabilitas Gerindra dengan PDIP masih terpaut cukup jauh, lalu terjadi kenaikan dari 12,0 persen menjadi 13,8 persen pada Maret 2023. Gerindra terus mempersempit selisih elektabilitas dengan raihan sebesar 14,6 persen.

“Gerindra terus mengalami kenaikan elektabilitas, sedangkan PDIP cenderung stagnan dan semakin ditempel ketat oleh Gerindra,” ungkap Direktur Eksekutif indEX Research Vivin Sri Wahyuni dalam siaran pers di Jakarta, pada Sabtu (6/5). 

Menurut Vivin, tren elektabilitas pasca-batalnya Piala Dunia mengancam upaya PDIP untuk menang tiga kali berturut-turut, atau menciptakan hattrick pada Pemilu 2024. “Gerindra yang mengusung Prabowo sebagai capres berpeluang menggeser PDIP dan menjadi pemenang pemilu,” lanjut Vivin.

Usai heboh Piala Dunia, Gerindra memperoleh momentum dengan dukungan kuat dari Presiden Jokowi dan partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) maupun koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR). Wacana untuk menggabungkan ke dalam koalisi besar pun mencuat.

“Prabowo muncul sebagai capres terkuat dari koalisi besar, sehingga berpotensi menjadi penantang PDIP yang mengusung Ganjar,” tegas Vivin. Koalisi besar sendiri menawarkan PDIP untuk bergabung, membuka rivalitas dalam memperebutkan tiket capres, antara Prabowo ataukah Ganjar.

Golkar yang memimpin KIB berada pada peringkat tiga besar, dengan elektabilitas sebesar 8,1 persen. “Pencapresan Ganjar membuat laju koalisi besar sedikit terhambat, dan bahkan nyaris membuyarkan peta semua koalisi,” Vivin menjelaskan.

KIB awalnya dibentuk pada 2022 lalu dan disebut-sebut menjadi sekoci bagi Jokowi untuk mengusung Ganjar, di tengah ketidakjelasan sikap PDIP saat itu. Sikap PDIP yang kini resmi mencapreskan Ganjar membuat landasan terbentuknya KIB pun seolah-olah runtuh.

“Tidak heran jika kemudian Golkar bermanuver mendekati partai-partai lain, seperti Gerindra dan bahkan Demokrat,” ujar Vivin. Demokrat tergabung dalam Koalisi Perubahan yang mengusung Anies Baswedan sebagai capres. Elektabilitas Demokrat cukup moncer, kini mencapai 7,0 persen.

Disusul berikutnya oleh PKB (6,6 persen), Partai Solidaritas Indonesia (6,1 persen), dan PKS (5,2 persen). PKB tergabung dalam KIR, sedangkan PSI menyatakan ingin masuk ke dalam koalisi besar, dan PKS menjadi salah satu anggota Koalisi Perubahan.

Demokrat dan PKS sebagai partai-partai oposisi memiliki irisan kepentingan yang sama dengan Anies yang kerap disebut menjadi antitesis Jokowi. Nasdem satu-satunya partai dari kubu pemerintah yang menjagokan Anies, tetapi elektabilitasnya jauh di bawah, hanya sebesar 2,4 persen.

“Di tengah menguatnya persaingan antara PDIP yang mengusung Ganjar dengan partai-partai yang mewacanakan koalisi besar, posisi Nasdem makin terkucil,” jelas Vivin. Lagi-lagi Nasdem tidak dilibatkan oleh Jokowi dalam pertemuan partai-partai pemerintah di Istana baru-baru ini.

Sementara itu dua partai pemerintah lainnya bernasib serupa Nasdem, terancam gagal melenggang kembali ke Senayan, yaitu PPP (2,2 persen) dan PAN (2,1 persen). Belakangan PPP memutuskan untuk mendukung pencapresan Ganjar, sedangkan PAN belum menyatakan sikap yang jelas.

Berikutnya adalah partai-partai baru dan non-parlemen, seperti Perindo (1,4 persen), Gelora (1,1 persen), dan Ummat (0,8 persen). Lalu ada PBB (0,4 persen), Hanura (0,3 persen), dan PKN (0,1 persen). Garuda dan Buruh nihil, dan sisanya menyatakan tidak tahu/tidak jawab 26,1 persen.

Baca Juga: Dukung Ganjar Pranowo Gegara Tersentuh Hati, Gerak Kubu Buruh Disoroti: Paham, Tetap Anies Baswedan!

Survei Index Research dilakukan pada 28 April-2 Mei 2023 terhadap 1200 orang yang dilakukan melalui telepon. Sampel dipilih melalui metode random digit dialing (RDD) atau pembangkitan nomor telepon secara acak. Margin of error survei sebesar ±2,9 persen, pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: