Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ampun DiJe! Kekayaan Miliarder China Ini Anjlok 80% Gara-Gara Elon Musk, Perang Harga Mobil Listrik Makin Gila!

Ampun DiJe! Kekayaan Miliarder China Ini Anjlok 80% Gara-Gara Elon Musk, Perang Harga Mobil Listrik Makin Gila! Kredit Foto: Unsplash/Waldemar Brandt
Warta Ekonomi, Jakarta -

Miliarder salah satu pendiri pembuat mobil listrik China Xpeng, He Xiaopeng telah melihat kekayaannya turun hampir 80% dari puncaknya pada tahun 2021. Pengusaha berusia 46 tahun itu sekarang memiliki kekayaan bersih hanya USD1,4 miliar (Rp20,9 triliun), menurut perkiraan Forbes.

Saham perusahaan dual-listed tersebut anjlok lebih dari 60% selama 12 bulan terakhir menjadikan Xpeng salah satu saham EV China dengan kinerja terburuk. Dan semua tanda menunjukkan lebih banyak masalah di depan.

Melansir Forbes di Jakarta, Selasa (30/5/23) mobil Xpeng yang dirancang dengan ramping ditujukan untuk konsumen muda dan paham teknologi di negara itu. Perusahaan harus bersaing dengan banyaknya pesaing, termasuk Tesla Elon Musk, yang mengadopsi pemotongan harga yang agresif karena pemulihan China yang melemah membebani sentimen konsumen.

Baca Juga: Amerika Tertunduk Malu, Jumlah Uang Milik 31 Miliarder Ini Masih Lebih Banyak dari Uang Tunai di Departemen Keuangan AS!

“Setelah Tesla memotong harga beberapa model sekitar 30.000 yuan (Rp63,3 juta) di China, persaingan menjadi sangat panas,” kata Yale Zhang, direktur pelaksana konsultan Automotive Foresight yang berbasis di Shanghai. “Ini benar-benar memengaruhi merek lokal dengan posisi pasar yang serupa.”

Serangan pertama yang dilakukan Musk dalam perang harga mobilb listrik China dimulai sejak Oktober lalu. Tesla saat itu berusaha untuk memicu permintaan dan memperluas pangsa pasarnya dengan memangkas harga mobil Model Y dan Model 3 terlarisnya. Kedua EV sekarang dijual sekitar sepertiga lebih murah dari harga normal di AS.

Pemotongan harga Tesla mendorong merek lokal seperti Xpeng yang berbasis di Guangzhou dan BYD Wang Chuanfu untuk mengikutinya. Xpeng memilih pada bulan Januari untuk menurunkan harga sedan listrik P7 andalannya sebesar 12,5% menjadi USD31.000 (Rp65 juta), menjadikannya setara dengan harga dasar Model 3 di China.

Tetapi strategi tersebut gagal menggembleng penjualan, karena banyak pembeli lebih suka memiliki BYD atau Tesla karena daya tarik mereka yang kuat di kalangan konsumen, kata Wang Hanyang, seorang analis di 86 Research yang berbasis di Shanghai.

Bahkan setelah China mencabut sebagian besar pembatasan terkait Covid yang memukul Xpeng tahun lalu, pengiriman untuk tiga bulan pertama tahun 2023 turun lagi 18% menjadi 18.320 unit dari kuartal sebelumnya.

Pendapatan Xpeng lebih rendah dari perkiraan USD590 juta (Rp8,8 triliun), sementara kerugian melebar 38% dari tahun sebelumnya menjadi USD340 juta (Rp5 triliun). Seluruh pasar EV China diharapkan mencatat pengiriman 8,5 juta unit tahun ini, menurut perkiraan dari Asosiasi Mobil Penumpang China. Laju yang lebih lambat sebesar 30% dibandingkan dengan tahun 2022 disebabkan oleh subsidi yang didanai pemerintah yang telah dihapus.

Xpeng juga mengalami masalah rantai pasokan. Perusahaan tidak dapat mengamankan baterai yang cukup untuk memenuhi pesanan P7i, versi P7 yang disempurnakan yang diluncurkan pada bulan Maret, menurut Wang dari 86 Research. Dan kesalahan pemasaran telah merusak penjualan G9, SUV listrik yang diluncurkan September lalu sebagai model kelas atas.

Wang dari 86 Research mengatakan kinerja G6 pada akhirnya akan bergantung pada harganya. Xpeng perlu mengorbankan sebagian marginnya untuk membuatnya lebih murah daripada Model Y, sambil menawarkan fitur yang lebih canggih untuk memikat konsumen. Juga tidak mengesampingkan bahwa Tesla mungkin menawarkan putaran diskon lagi di paruh kedua, memberikan tekanan lebih lanjut pada Xpeng dan pesaing, katanya.

“Jika kita harus memilih satu dari dua, maka investor lebih suka melihat pengiriman yang lebih tinggi,” kata Wang. “Dibandingkan dengan BYD dan Tesla, Xpeng tidak memiliki tingkat brand awareness yang sama. Perusahaan tidak akan mampu bersaing jika menawarkan fitur yang sama dengan harga yang sama.”

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami

Advertisement

Bagikan Artikel: