Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bejat! Gadis 16 Tahun di Sulteng Diperkosa 11 Pria, KemenPPPA Dorong Usut Kasus Hingga Tuntas

Bejat! Gadis 16 Tahun di Sulteng Diperkosa 11 Pria, KemenPPPA Dorong Usut Kasus Hingga Tuntas Polemik Kasus Kekerasan Seksual Kakak-Beradik di Baubau, KemenPPPA Dorong Polisi Usut Tuntas | Kredit Foto: KemenPPPA
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menolak segala bentuk kekerasan yang dilakukan terhadap anak.

Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus dugaan pemerkosaan anak di Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh 11 orang dan pemerintah daerah pengampu urusan perlindungan anak untuk mendampingi korban sesuai kebutuhan.

Baca Juga: Guna Cegah Perdagangan Manusia, Begini Wejangan Menteri PPPA: Berdayakan Perempuan di Desa

"Kami dari jajaran KemenPPPA mengecam keras kasus pemerkosaan anak berusia 15 tahun yang diduga dilakukan oleh 11 orang dewasa di Sulawesi Tengah. Kami mendorong aparat penegak hukum setempat untuk mengusut kasus hingga tuntas agar para pelaku dapat dihukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Dengan memberikan hukuman bagi para pelaku, negara membuktikan komitmen untuk memutus mata rantai kekerasan seksual dan memberikan efek jera bagi pelaku," tegas Nahar dalam keterangannya, Selasa (30/5/2023).

Nahar mendorong aparat penegak hukum dan pemerintah daerah yang mengampu urusan perlindungan anak dan perempuan untuk menggunakan perspektif korban dalam menangani kasus, dan dalam memberikan pendampingan pada korban. Hal itu diperlukan untuk menghindari korban mengalami kekerasan kembali atau mengalami trauma yang berulang.

"KemenPPPA telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Sulawesi Tengah melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Sulawesi Tengah untuk memastikan korban mendapatkan perlindungan, pendampingan hukum, dan penanganan kesehatan sesuai dengan kebutuhan," ungkap Nahar.

Dari hasil koordinasi dengan UPTD PPA Sulawesi Tengah, Nahar menyampaikan korban telah mendapatkan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan kondisi fisik pasca kekerasan seksual terjadi.

Dari hasil pemeriksaan kesehatan, terinfo bahwa korban mengalami gangguan reproduksi sehingga perlu mendapatkan penanganan medis lebih lanjut. Sedangkan untuk pemeriksaan psikologis belum dapat dilaksanakan karena korban masih dalam perawatan intensif di rumah sakit.

"KemenPPPA melalui Tim Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) akan terus berkoordinasi dengan UPTD PPA Provinsi Sulawesi Tengah untuk mengawal pendampingan dan pemulihan kesehatan korban, baik kesehatan fisik maupun psikisnya. Selain itu, kami juga akan terus mengawal proses hukum kasus ini agar korban benar-benar mendapatkan keadilan dan dapat melanjutkan kehidupannya tanpa rasa takut," jelas Nahar.

UPTD PPA Provinsi Sulawesi Tengah bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Parigi Moutong telah berkoordinasi dalam mengawal proses hukum yang kini tengah ditangani Polres Parigi Moutong.

Saat ini, Polres Parigi Moutong telah menetapkan 10 tersangka dari 11 terduga pelaku kasus pemerkosaan terhadap korban, dan 5 diantaranya sudah ditahan.

Atas perbuatan yang dilakukan, para pelaku dapat dikenai pidana mati atau seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 tahun.

Selain dikenakan sanksi pidana, para pelaku juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas atau tindakan kebiri kimia atau pemasangan alat pendeteksi elektronik, mengingat pemerkosaan dilakukan lebih dari satu orang dan mengakibatkan korban mengalami gangguan atau hilangnya fungsi reproduksi, serta pelaku merupakan guru dan kepala desa yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap anak.

Jika perbuatan pelaku memenuhi unsur pasal 76 D UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, maka pelaku terancam hukuman pidana sebagaimana ditegaskan dalam pasal 81 UU No. 17 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Berdasarkan Pasal 30 UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, korban kekerasan seksual juga berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.

Baca Juga: Jemput Jenazah Pekerja Migran Non-Prosedural Asal NTT, Menteri PPPA: Paspornya Tercatat di Kalbar

Adapun, restitusi sebagaimana dimaksud berupa ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual, penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis, dan ganti kerugian atas kerugian lain yang diderita Korban sebagai akibat Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Nahar mengajak siapa saja yang melihat, mendengar, mengetahui, dan mengalami kekerasan untuk dapat melaporkan kasusnya melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111 129 129.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Ayu Almas

Advertisement

Bagikan Artikel: