Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong dukungan berkelanjutan dan kolaborasi untuk memastikan kemitraan yang inovatif, pembiayaan yang berkelanjutan, dan inklusif.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut, bukan hanya itu, tetapi juga dengan memasukan akses ke teknologi yang diperlukan dan efektif untuk mempercepat transisi energi, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Arifin menilai kolaborasi perlu diperkuat tak hanya antarnegara anggota ASEAN, tetapi juga dengan organisasi internasional dan pemangku kepentingan.
Baca Juga: Kementerian ESDM Listriki 14 Ribu Rumah Tangga Tidak Mampu di Jawa Barat
"Lanskap energi global didesak untuk bertransisi secara berkelanjutan dari ekonomi berbasis fosil menuju ekonomi rendah karbon, dengan cara yang inklusif dan adil, sembari mempertimbangkan keadaan, kemampuan, dan prioritas nasional," ujar Arifin dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (19/6/2023).
Arifin menyampaikan bahwa platform pipa gas trans-ASEAN (Trans-ASEAN Gas Pipeline/TAGP) dan jaringan listrik ASEAN akan mempercepat transisi energi bersih dan meningkatkan ketahanan energi. Dia menambahkan, mineral kritis juga dibutuhkan untuk mendukung transisi energi.
Sebagai informasi, mineral kritis atau critical raw materials adalah mineral yang dapat digunakan untuk inovasi teknologi berbasis energi bersih dan terbarukan. Permintaan global akan mineral kritis untuk mengembangkan teknologi energi bersih meningkat secara signifikan.
Data dari International Energy Agency (IEA) menyatakan bahwa mobil listrik membutuhkan input mineral enam kali lipat dari mobil konvensional. Sedangkan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) membutuhkan sumber daya mineral 13 kali lebih banyak daripada pembangkit listrik berbahan bakar gas berukuran serupa.
"Beberapa negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, dan Vietnam dikaruniai sumber daya mineral dalam jumlah besar, antara lain nikel, timah, bauksit, dan logam tanah jarang, sehingga ASEAN dapat memainkan peran besar dalam rantai pasokan mineral kritis global," ujarnya.
Lanjutnya, ia mengatakan perlunya mengembangkan unit pengolahan dan pemurnian mineral serta manufaktur untuk industri berbasis mineral, terutama untuk teknologi energi bersih.
Arifin menyebut Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Indonesia adalah pemain kunci dalam industri manufaktur energi terbarukan, seperti industri baterai solar PV dan kendaraan listrik.
"KTT ASEAN 2023 menyepakati penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan dekarbonisasi sektor transportasi darat di kawasan guna mencapai Net Zero Emission (NZE)," ucapnya.
Lebih lanjut, saat ini negara-negara ASEAN berkomitmen untuk mengembangkan ekosistem kendaraan listrik regional dengan melibatkan seluruh negara anggota ASEAN dan meningkatkan industri kendaraan listrik dan menjadikan ASEAN sebagai pusat produksi global.
Arifin menambahkan, teknologi adalah kunci transisi energi menuju karbon netral, maka dari itu perlu peningkatan keberagaman teknologi. Begitu pula dengan akses dan pemanfaatan teknologi perlu dibuat menjadi lebih inklusif.
Kemudian, akses kepada teknologi dan pembiayaan yang terjangkau harus dieksplorasi lebih luas.
"Negara anggota ASEAN wajib meningkatkan teknologinya, begitu pun dengan kemampuan, kapasitas, dan keahlian untuk mendukung target transisi energi di negara kita, sekaligus target ASEAN Plan of Action of Energy Cooperation (APAEC)," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Djati Waluyo
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait:
Advertisement