Persaingan Kian Ketat, Ini Jurus Bank Digital Agar Tak Ditinggalkan Nasabah
Dalam tujuh tahun terakhir, industri perbankan Tanah Air diramaikan dengan kehadiran 13 bank digital baru bentukan perusahaan bank, perusahaan layanan jasa keuangan, maupun perusahaan teknologi finansial.
Jumlah itu pun akan terus bertambah. Karena dalam waktu satu tahun ke depan, setidaknya ada lima bank digital baru yang akan hadir. Persaingan kian ketat karena bank-bank konvensional pun mulai gencar menghadirkan aplikasi perbankan digital.
Baca Juga: Komitmen Dukung UMKM, Bank Commonwealth Dampingi 193.637 Wirausaha melalui MicroMentor
Akselerasi kemunculan bank digital dan aplikasi digital dari bank konvensional, menurut ahli pemasaran sekaligus Wakil Rektor I Universitas Prasetiya Mulya, Prof. Agus W. Soehadi, didukung oleh situasi pandemi beberapa waktu lalu.
"Terjadi shifting perilaku nasabah, dari yang semula mengandalkan layanan bank di kantor cabang, kini mereka sudah terbiasa menggunakan layanan perbankan digital," kata Prof. Agus, dalam diskusi Industrial Talk yang digelar Master Program Prasetiya Mulya di Jakarta, pekan lalu.
Selain faktor pandemi yang membuat masyarakat sulit beraktivitas di luar rumah, layanan perbankan digital juga terbukti lebih disukai nasabah.
"Ada berbagai kelebihan bank digital, seperti layanan yang lebih efisien dan tidak perlu mengantre, sehingga lebih menghemat waktu. Selain itu waktu operasional bank digital juga relatif tak terbatas, tersedia di mana saja dan kapan saja selama telepon seluler nasabah terhubung internet."
Agus mengatakan kebiasaan masyarakat menggunakan layanan bank digital ini akan terus berlanjut meski pandemi sudah berakhir sehingga prospek bisnisnya pun masih sangat menjanjikan. Terlebih, Indonesia memiliki populasi generasi muda yang sangat besar dan berpotensi menjadi nasabah bank di kemudian hari.
Namun, dengan ketatnya persaingan antarbank digital maupun layanan digital bank konvensional, maka setiap perusahaan harus memikirkan strategi agar bisa bertahan dan tidak ditinggalkan nasabahnya.
"Tantangan ke depan perusahaan bank digital adalah menangkap perubahan selera pasar. Ini titik kritisnya," ujar Agus.
Di era bisnis digital ini, ia melanjutkan, keputusan atas suatu produk atau layanan tidak lagi bergantung pada pemangku kebijakan di perusahaan. Justru, setiap keputusan terkait produk dan layanan harus kembali kepada selera konsumen.
Karena, pada akhirnya, konsumen yang akan menentukan apakah mereka akan setia menggunakan layanan bank tersebut atau beralih ke bank lain yang dianggap menawarkan ekosistem layanan yang lebih baik.
Agus menganalisis, pada akhirnya, layanan bank digital akan mirip satu sama lain. Dengan kondisi demikian, bank harus memikirkan strategi untuk membuat nasabah bertahan.
"Cara lama seperti membakar uang untuk memberikan promosi atau benefit tertentu kepada nasabah sudah tidak terlalu efektif, dan tidak terlalu baik bagi keberlanjutan bisnis," ungkapnya.
Untuk itulah, kemampuan perusahaan menangkap selera pasar saja tidak cukup. Kejelian itu perlu diterjemahkan dalam bentuk inovasi layanan dan produk.
Saat ini, kata Agus, bank-bank digital masih berkompetisi dengan menghadirkan ekosistem layanan dan produk yang lengkap demi memenuhi kebutuhan setiap segmen konsumen. Cara ini memang terbukti menarik minat konsumen karena aplikasi bank digital akhirnya bisa memberikan layanan menyeluruh, mulai dari layanan reguler seperti rekening tabungan, pembayaran digital, maupun pembiayaan.
"Beberapa bank juga sudah mengintegrasikan produk investasi dan dompet digital, sehingga nasabah mendapatkan pengalaman lengkap."
Ke depannya, menurut Agus, inovasi perbankan digital perlu diarahkan kepada layanan dan produk yang lebih terpersonalisasi sehingga nasabah pun akan merasa bank sangat memahami kebutuhan mereka.
Baca Juga: Sambut Baik Rencana OJK, BRI Dukung Peningkatan Kapabilitas Digital Bank
"Hal ini yang membuat nasabah akan loyal," jelas Agus.
Hal ini sangat mungkin dilakukan, karena dibandingkan perusahaan bank konvensional, perusahaan bank digital bisa bergerak lebih luwes dan lincah dalam berinovasi dengan dukungan teknologi informasi. Apalagi saat ini ada teknologi kecerdasan buatan yang bisa dimanfaatkan untuk menganalisa perilaku konsumen.
Beberapa jenis layanan dan produk terpersonalisasi yang bisa dikembangkan bank, menurut Agus, antara lain produk investasi yang disesuaikan dengan kondisi keuangan nasabah. Bisa juga semacam pengingat atau notifikasi atas transaksi rutin setiap nasabah, atau sistem perencanaan keuangan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan personal setiap nasabah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait:
Advertisement