Resahkan Konsumen, KPPU Minta Pemerintah Tegur Semua Pihak yang Hembuskan Isu BPA Berbahaya Galon Guna Ulang

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta pemerintah segera menegur pihak-pihak yang selalu menghembuskan isu BPA berbahaya galon guna ulang yang sangat meresahkan konsumen. KPPU menilai isu ini mengarah pada model persaingan di pasar yang tidak sehat.
“Pemerintah harus menyikapi masalah ini dengan segera memberikan teguran kepada semua pihak yang dengan sengaja menggiring isu yang sangat meresahkan konsumen ini,” ujar Deswin Nur, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama pada Sekretariat KPPU.
Baca Juga: Riset di Belanda, AS dan Swedia: BPA BerisikoTurunkan IQ pada Anak
Dia juga meminta masyarakat agar tidak ikut-ikutan untuk menyebarkan isu BPA berbahaya galon guna ulang ini karena itu justru merugikan mereka sendiri.
Dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/9), KPPU mengatakan sudah mengamati isu ini baik di media cetak dan sosial. KPPU melihat isu BPA galon guna ulang ini mulai mengarah pada berbagai kampanye negatif.
“Kami menilai isu ini telah mengarah pada manipulasi persaingan yang berdampak pada konsumen dan justru menguntungkan pelaku usaha tertentu,” ujar Deswin.
KPPU melihat berbagai kampanye negatif soal BPA berbahaya galon guna ulang itu hanya sebagai bagian dari strategi pemasaran dan persaingan usaha tidak sehat.
“Model ini merupakan bagian dari teori permainan tanpa kerja sama (non-cooperative game) yang dikenal dalam ekonomi persaingan usaha. Melalui strategi ini perhatian konsumen akan diperoleh,” tukasnya.
Sebelumnya, Komisioner KPPU Chandra Setiawan melihat polemik isu BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang dalam hukum persaingan usaha.
“Sebabnya, 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut, hanya satu yang menggunakan galon sekali pakai,” katanya.
Isu mengenai bahaya BPA galon guna ulang ini pertama kali digulirkan sejak tahun 2020 lalu oleh sebuah lembaga masyarakat yang menamakan dirinya Jurnalis Peduli Kesehatan dan Lingkungan (JPKL). Lembaga ini tiba-tiba mendesak agar dilakukan pelabelan BPA terhadap kemasan galon guna ulang dengan alasan bahwa kemasan galon ini tidak baik untuk kesehatan anak-anak.
Sayangnya, tak ada satu bukti yang bisa ditunjukkan lembaga ini terkait bahaya kesehatan yang diakibatkan kemasan galon guna ulang itu.
Malah, JPKL pernah kedapatan melakukan penipuan publik dengan mengklaim menemukan tingkat migrasi BPA pada sampel galon isi ulang berkisar antara 2 hingga 4 parts per million (ppm) atau di atas batas toleransi yang diizinkan BPOM 0,6 ppm, dari uji laboratorium yang dilakukan TÜV NORD Indonesia Laboratories. Namun, saat itu TUV mengakui bahwa sampel yang digunakan untuk uji lab itu berasal dari JPKL, yang kemungkinan tidak mewakili yang ada di pasaran.
“Jadi, kalau penelitiannya bukan kita yang melakukan. Kita hanya menganalisa saja si produk galon guna ulang tersebut. Sampelnya itu dari yang meminta kita untuk melakukan uji lab. Jadi, sampelnya bukan dari kita juga tapi dari customer,” demikian penjelasan TUV saat itu.
Tidak hanya JPKL, lembaga lainnya juga tiba-tiba bermunculan dengan maksud serupa. Salah satunya adalah FMCG Insights yang juga menyuarakan pelabelan BPA terhadap galon guna ulang. Dan akhir-akhir ini, lembaga yang menamakan diri sebagai Zero Waste Management Consortium dan Koalisi Pejalan Kaki juga ikut-ikutan menyuarakan hal serupa.
Semua lembaga-lembaga masyarakat yang terkesan digunakan industri pesaing yang ingin menjatuhkan pasar AMDK galon guna ulang ini sangat gigih melakukan manuvernya baik melalui tulisan-tulisan berbayar maupun buzzer-buzzer berbayar di media sosial.
Melihat manuver-manuver tersebut, Astari Yanuarti, Co-founder Indonesian Antihoax Education Volunteers (REDAXI), bisa membaca bahwa kemungkinan akun-akun para buzzer terkait bahaya BPA pada galon guna ulang itu digerakkan sangat terbuka, dan patut diduga ada motif komersial di baliknya.
“Penyebaran hoaks itu tidak hanya dilakukan oleh buzzer, tapi semua orang bisa menjadi penyebar hoaks secara sadar maupun tidak. Motifnya beraneka rupa, ada yang karena uang, ideologi, kesehatan, kepedulian, politik, dan emosional,” katanya.
Baca Juga: Pelaku Usaha AMDK Galon Polikarbonat di Daerah Keluhkan Rencana Pelabelan BPA
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement