Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BHS: Jangan Remehkan Pelemahan Rupiah Saat Ini, Sangat Berbahaya!

BHS: Jangan Remehkan Pelemahan Rupiah Saat Ini, Sangat Berbahaya! Pekerja menghitung uang Dollar Amerika Serikat dan Rupiah di sebuah tempat penukaran uang di Jakarta, Kamis (28/3/2019). Pada penutupan perdagangan, Rupiah menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terburuk di kawasan Asia setelah ditutup melemah 0,25 persen ke level 14.243. | Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Surabaya -

Pelemahan rupiah terhadap dollar Amerika saat ini sangat membahayakan ekonomi domestik di Indonesia dan bisa menghancurkan sektor riil. Sebab, hampir semua industri dan perdagangan menggunakan bahan baku yang bergantung kepada nilai mata uang asing. Demikian hal itu diungkapkan oleh Pengamat Kebijakan Publik, Bambang Haryo Soekartono. 

Dikatakan anggota komisi VI DPR-RI periode 2014-2019 itu, "Seharusnya ini adalah menjadi tugas dari Kementerian Bidang Ekonomi untuk mengembalikan stabilitas nilai dollar yang saat ini terpuruk jauh melebihi dari nilai mata uang lainnya."

"Jadi tidak tepat ada kata-kata dari pejabat pemerintah yang mengatakan keterpurukan rupiah terhadap dollar masih jauh lebih baik daripada mata uang lainnya diseluruh dunia," Imbuh Bambang Haryo yang juga ketua Dewan Penasehat Iperindo pusat, Minggu (22/10/2023)

Baca Juga: Rakyat Butuh Solusi Cepat Terkait Pangan, BHS : Jangan Ada Istilah Kiamat Beras!

Sebagai contoh, lanjut pemilik sapaan akrab BHS, "Kurs dollar terhadap mata uang rupiah di 2009 sebesar 9.114 rupiah, di 2023 sebesar 15.879 rupiah, berarti terdepresiasi 74 persen. Sedangkan negara lain di Asia Tenggara, misalnya Malaysia, kurs dollar terhadap ringgit di 2009 sebesar 3,4 ringgit, di 2023 sebesar 4,77 ringgit, berarti terdepresiasi hanya 40 persen."

Kemudian lanjut BHS, "Filipina, kurs dollar terhadap mata uang peso di 2009 sebesar 48,2 peso, di 2023 sebesar 56,78 peso berarti terdepresiasi hanya 17 persen. Dan mata uang Thailand, kurs dollar terhadap baht di 2009 sebesar 35,9 baht sedangkan di 2023 sebesar 36,35 baht sehingga terdepresiasi hanya sebesar 1,25  persen."

Sedangkan Vietnam, kata ketua Komtap Infrastruktur KADIN itu, kurs dollar terhadap mata uang dong di tahun 2009 adalah sebesar 24.525 dong dan di 2023 sebesar 18.500 dong. Artinya, mata uang dong hanya terdepresiasi sebesar 32,5 persen terhadap dollar Amerika Serikat. 

"Ini bisa dibuktikan dengan data yang benar bahwa keterpurukan rupiah adalah yang terbesar dibanding dengan nilai mata uang lainnya terhadap dollar Amerika,” ujar BHS

"Apalagi ada kata-kata ketidakpastian pasar keuangan global, apa benar itu?" tanya BHS.

"Bila kita lihat di ke-4 negara tersebut, Malaysia di tahun 2022 tumbuh ekonominya sebesar 8,7 pereen bahkan di 2023 kuartal 1 masih tumbuh 5,6 persen. Filipina di tahun 2022 tumbuh sebesar 7,2 persendan di 2023 kuartal 1 masih tumbuh 6,4 persen."

"Sudahlah, dari data di sini kita harus fokus pembenahan perekonomian Indonesia tanpa membandingkan kejelekan dari negara lain yang tidak sesuai dengan data dan fakta,” imbuh BHS.

Baca Juga: Departemen Keuangan AS Berikan Sanksi pada Operator Kripto di Gaza yang Terkait dengan Hamas

Alumni ITS Surabaya ini berharap sektor riil bisa lebih diperhatikan terutama UMKM yang memberikan sumbangsih ekonomi terbesar di Indonesia sebesar 60,5 persen dan bisa memberikan lapangan pekerjaan sebesar 97 persen agar mendapatkan insentif-insentif dari pemerintah mulai dari perpajakan, bunga bank dan permodalan, agar mereka bisa eksis, tumbuh berkembang dan bahkan meningkatkan kelasnya. 

"Demikain juga sektor pangan, pertanian, perikanan dan perkebunan juga harus mendapatkan perhatian dan insentif yang sama dengan UMKM dan juga semua infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah sesuai skala prioritas dan bisa betul-betul dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga bisa memberikan nilai tambah ekonomi bagi bangsa dan negara,” tutup BHS.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Amry Nur Hidayat

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: