Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemilu Masih Diwarnai Nepotisme, Pengamat: Kenapa Harus Gibran?

Pemilu Masih Diwarnai Nepotisme, Pengamat: Kenapa Harus Gibran? Pemilu Masih Diwarnai Nepotisme, Pengamat: Kenapa Harus Gibran? | Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Warta Ekonomi, Bandung -

Menjelang pemilihan Presiden dan Wakil presiden, Nepotisme dinilai masih memawarnai konstelasi Pemilu 2024. Co Founder Lingkar Wawasan, Christian Viery mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian dari gugatan yang memperbolehkan capres atau cawapres pada Pemilu 2024 berusia 40 tahun atau pernah sedang menjadi kepala daerah menguntungkan pihak tertentu yang berasal dari keluarga penguasa.

"Banyak anak muda yang masih berjuang di berbagai kampus untuk menjemput masa depannya. Kondisi ini dinilai menguntungkan salah satu calon presiden yakni Gibran Rakabuming,"
kata Christian usai mengikuti Diskusi Klab Akademos dengan tema "Nepotisme dan Tatangan Demokrasi Bangsa di Bandung, Sabtu (19/11/2023)

Baca Juga: Fahri Hamzah sebut Jokowi-Gibran itu Bukan Politik Dinasti, Tapi Keluarga Politik

Christian menegaskan sosok ideal cawapres yang berasal dari kalangan anak muda yakni muda dari awal artinya mengambil langkah-langkah yang tidak menyalahi aturan hukum. Pasalnya, sebagai negara hukum maka tidak boleh ada aturan hukum yang dilanggar ketika ingin bermain atau ikut dalam konstelasi Pemilu.

Bahkan, pihaknya belum pernah melihat ada calon presiden maupun calon wakil presiden dari Indonesia Bagian Timur, non muslim dan di luar suku Jawa.

"Ditambah hari ini ada syarat di bawah 40 tahun atau pernah menjadi kepala daerah,"
tegasnya

Menurutnya, dengan politik elektoral sudah seharusnya memiliki modal finansial bukan hanya sebatas kapabilitas saja

"Tentu kondisi ini tidak menguntungkan teman-teman yang saat ini sedang berjuang di berbagai kampus dan ingin membangun negaranya tapi ini ditujukan kepada anak salah satu presiden,"
jelasnya

Dia menyebutkan, mengapa tidak memilih beberapa menteri yang berasal dari kalangan anak muda lainnya untuk dijadikan calon wakil presiden seperti Menpora yang berusia 32 tahun dan bupati termuda dari Partai Golkar yang berumur 27 tahun.

Baca Juga: 70% Suara Targetnya, Kubu Prabowo-Gibran Optimistis Akan Menang di Jambi

"Lalu kenapa harus Gibran? Sedangkan ia baru menjabat dua tahun belakangan jadi Wali Kota Solo,"
tegasnya

Sebagai mahasiswa Jurusan Hukum, ia menyebutkan jika ada tahapan-tahapan Pemilu yang melibatkan instrumen negara dan kekuasaan terlebih salah satu lembaga Yudikatif yang berperan penting dalam menjaga demokrasi tentu kalangan mahasiswa akan mengkritik hal tersebut

"Diharapkan ada gelombang besar dari kalangan muda bahwa ini tidak menguntungkan mayoritas anak muda tapi hanya untuk segelintir orang yang memiliki kekuasaan dan akses modal dan jaringan politik,"
tegasnya

Baca Juga: Relawan Mas Gibran Tunjukkan Kepedulian dengan Kegiatan Pembagian Sembako dan Futsal di Kepulauan Riau, Jawa Timur, dan Riau

Adapun, Ketua GMNI Cabang Bandung, Ariel Anggrawan menilai perjuangan seorang anak muda  di seluruh Indonesia ternyata tidak sama. Dalam konstelasi demokrasi saat ini terlihat adanya dukungan lain saat seorang anak dari kalangan tertentu ingin mewujudkan cita-citanya.

"Jika kita terlahir dari seorang tukang becak dan profesi lainnya memang perjuangan awalnya harus benar-benar dari nol dibanding mereka pejabat. Artinya tidak semua anak mempunya garis start perjuangan yang sama,"
ungkapnya

Menurutnya, ketiga calon presiden dan wakil presiden saat ini merupakan anak terbaik bangsa. Pihaknya optimis bahwa mereka mencalonkan diri dan dipercaya oleh masyarakat luas.

Namun, saat ini masyarakat tidak memandang tentang kapabilitas atau visi dan misi calon secara keseluruhan.

"Persoalannya adalah pencerdasan masyarakat yang akan memilih dalam Pemilu ini itu tidak dilakukan. Artinya kalau pun saya mengatakan bahwa ketiganya adalah anak terbaik bangsa tapi pengaruh kepada masyarakat sangat kecil,"
ungkapnya

Dia menilai Capres dan Cawapres yang ideal adalah yang mampu menyetarakan cita-cita seluruh rakyat Indonesia.

Baca Juga: Ragu Ijazah Australia Gibran, Kata dr Tifa: Hanya Kursus

"Tentunya mempunyai kapabilitas dalam pemimpin karena kita sudah lama tidak melihat sosok pemimpin yang secara keseluruhan mampu menyetarakan hal itu. Itu menjadi patokan atau referensi kita ketika melihat sosok seorang pemimpin
," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: