Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penundaan Penerapan SAK EP Diperlukan BPR

Penundaan Penerapan SAK EP Diperlukan BPR Kredit Foto: Perbarindo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat Indonesia (Perbarindo) menilai penerapan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Privat (SAK EP) yang akan menggantikan SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP) dan berlaku efektif 1 Januari 2025 perlu dipertimbangkan kembali. 

Ketua umum DPP Perbarindo Teddy Alamsyah mengatakan, asosiasi sudah menyampaikan kepada regulator untuk menunda penerapan SAK EP.

Pasalnya, ia melihat harus ada perubahan core banking system karena SAK EP tidak mungkin dilakukan secara manual. 

"Yang kedua, secara sosialisasi dan kesepahaman baik internal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan juga BPR itu belum sepenuhnya mengerti,” ujar Teddy dalam acara “Dampak Ketentuan Baru SAK EP pada Industri BPR”, Kamis (18/1/2024). 

Baca Juga: Masuki Awal Tahun 2024, Satu BPR Kembali Tumbang

Teddy mengatakan,  pedoman akuntansi (PA) BPR sampai saat ini belum siap. Menurutnya, diperlukan stress test untuk hal ini.

“Tetapi teman-teman ini kan mengantisipasi. Ini mulai dilakukan uji coba atau stress test. Hari ini merupakan bagian teman-teman memahami, mengerti, dampak dan konsekuensi yang muncul,” ucapnya.

Teddy juga menyoroti, cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN). Menurutnya, dengan CKPN ini, tidak boleh ada penundaan pembayaran. 

"Ketika terjadi penundaan pembayaran, prinsip paling dasar adalah harus dibentuk cadangan penurunan kerugian nilai,” ungkapnya. 

Sementara itu, Ketua DPD Perbarindo DKI Jaya & Sekitarnya Henry Palthy menyebut, secara prinsip BPR di DKI Jaya dan Sekitarnya siap menerapkan SAK EP. 

"Mau gak mau harus siap, nanti 2025 saat SAK EP diberlakukan itu akan mempengaruhi kemampuan BPR dalam mengelola keuangannya salah satunya laba,” ujar Henry. 

Baca Juga: Ekonomi Bergeliat, Restrukturisasi Kredit Perbankan Turun Rp15,84 Triliun di November 2023

Henry meyakini, regulasi yang muncul bukan untuk mempersulit, tetapi untuk mempersiapkan BPR untuk jauh lebih baik ke depannya. 

“Kalau dari sisi pingin ditunda, tapi kalau dari regulasi 2025, sampai saat ini belum ada wacana penundaan,” ujarnya. 

Disisi lain, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jabodebek dan Provinsi Banten Roberto Akyuwen menjelaskan, tantangan implementasi SAK EP terletak pada sumber daya manusia (SDM).

“Kompetensi pegawai BPR terutama bagian akuntansi dan teknologi sistem informasi,” ujar Roberto. . 

Selain itu, juga akan terjadi ketergantungan terhadap vendor CBS. Dimana, secara core banking system, tantangan yang ada saat ini yaitu proses bisnis belum seluruhnya terotomasi. Ada juga perbedaan kapasitas vendor CBS BPR, dan ketersediaan data.

Lanjutnya, dampak keuangan yang ada yakni adanya beban SDM, biaya infrastruktur, opportunity cost, beban pencadangan serta sanksi denda.

Adapun lini masa persiapan BPR mulai dari awal 2023 hingga Juni 2023. Lalu dilanjutkan dengan GAP Analysis. Hingga Juni 2024, analisis akhir dan finalisasi dan prosedur. Selanjutnya, paralel run hingga implementasi penuh pada 2025.

“Perlu dilakukan uji coba di masing-masing BPR.” ungkapnya. 

Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Dwi Martani menerangkan, ada dua dampak yang akan terasa pada industri BPR. Pertama, terkait CKPN.  

Baca Juga: Tren Digital Kian Masif, OJK Sempurnakan Aturan Main Transformasi Digital Perbankan

“Jadi kalau kita punya kredit yang disalurkan, kita harus harus melakukan estimasi berapa dari kredit yang disalurkan itu yang punya potensi di masa yang akan datang tidak dapat ditagih, sehingga itu harus dibentuk cadangan. Akan jadi beban dan nanti konsekuensinya juga akan mengurangi ekuitas,” ujar Dwi. 

Sedanhkan dari sisi teknis, adalah dari sisi perhitungan bunga. Bunga akan dihitung sebagai bunga efektif. 

"Ini kan teman-teman (BPR) banyak menghitungnya itu dengan berdasarkan kontrak. Tapi kalau ini sebenarnya tidak terlalu besar dampaknya," Imbuhnya. 

Dwi menuturkan, secara umum standar akuntansi ini bukan merupakan hal yang baru. Standar akuntansi yang akan dipakai BPR sebenarnya sudah diaplikasikan di bank di waktu sebelumnya. 

“Jadi bank itu sudah pindah dengan standar baru, standar lamanya diturunkan dan dipakai BPR,” jelasnya.

Dari sisi pelaku usaha, Pendiri & Komisaris Utama PT. BPR Universal Kaman Siboro menyambut baik aturan pelaporan keuangan baru ini. Ia menuturkan siap menggunakan aturan baru ini.

Ia juga menyebut telah merekrut orang-orang yang berpengalaman dari bank umum dalam menggunakan SAK EP yang sekaligus bisa mengajari karyawan lainnya.

“Kami menyambut, bagi saya sebagai pemilik saya merasa lebih secure, daripada nanti saya sudah invest ke mana, enggak tahunya kredit yang ini menyimpan masalah, bahaya. Kedua, jangan juga kita sudah profit, bayar pajak, bayar dividen atau bonus, tahu-tahunya meninggalkan masalah. Tanggung jawab kita sebagai yang mengelola uang masyarakat, wajib,” tutupnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: