Publisher Rights diharapkan menjadi solusi atas masalah yang dihadapi oleh industri media. Namun perkembangan teknologi hingga pergeseran sikap pasar menjadi masalah rumit yang belum tentu dapat diatasi oleh kebijakan terkait.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan perkembangan teknologi telah menciptakan demokratisasi pemberitaan yang membuat semua orang sekarang bisa membuat dan menjadi sumber berita. Hal ini menjadi pisau bermata dua karena selain mempercepat penyebaran informasi, ia juga menjadi hantu bagi kualitas jurnalisme
Baca Juga: Basuki dan Sri Mulyani Lantik Komisioner dan Deputi Komisioner BP Tapera 2024-2029
Bukan tanpa alasan, perkembangan teknologi yang mempercepat penyebaran informasi tersebut membuat industri media berlomba-lomba menciptakan produknya secara singkat, cepat dan padat namun sukar terhadap kualitas demi menjadi paling relevan dalam masyarakat.
“Memang persoalannya adalah bagaimana kita tangani yang membuat demokratisasi jurnalisme itu. Ternyata gak perlu berkualitas, karena makin kontroversial makin dikonsumsi,” katanya, pada acara Editor’s Talk Forum Pemred di Gedung Antara, Jakarta Pusat, Rabu (27/3).
Sri mengatakan, masalah yang mesti menjadi perhatian adalah pencarian akan solusi agar masyarakat tidak semakin terjun ke jurnalisme yang tidak berkualitas. Ia mengatakan, pemerintah dapat hadir dengan menghadirkan sebuah instrumen yang bisa membantu pencegahan dari adanya hoaks dan degradasi kualitas dari jurnalisme. Hal ini dipraktikkan olehnya dalam menangani soal rokok.
“Sebagai Menteri Keuangan, ya. Instrumen fiskal itu namanya. Kalau rokok berbahaya, di-cukai-in. Jadi barang berbahaya memang kemudian salah satu instrumen adalah mencegah melalui cukai,” jelasnya.
Di sisi lain, terdapat juga masalah kompleks lainnya seperti platform digital yang keunggulannya melemahkan media-media tradisional. Platform digital, misalnya media sosial atau streaming platform memiliki keunggulan dapat menyesuaikan content-nya dengan cepat sesuai dengan karakteristik user, tak seperti media tradisional.
“Sementara di era digital, data is the new oil. Anda gak punya data? Anda gak punya basis untuk berbisnis. Jadi dalam hal ini, karena di dalam era digital ini, adalah semua menjadi precise (dalam menargetkan user)” ujar Sri.
Namun Sri juga mengungkit hal tersebut dapat menjadi kesempatan emas tersendiri, caranya adalah dengan melakukan adaptasi terhadap model terkait untuk bisa semakin relevan terhadap masyarakat, khususnya generasi muda.
“Either you can change, atau nanti seperti dinosaurus (yang punah). Jadi okelah kalau anda tidak survive kalau tidak punya data,” jelasnya.
Sri mengungkit, pemerintah terbuka untuk bekerja sama dalam menangani jusrnalisme yang tidak berkualitas. Instrumen nyata yang telah hadir salah satunya adalah Publisher Rights.
Baca Juga: Bijak Bermedia Sosial, Bebas Berekspresi Secara Bertanggung Jawab
"Jadi menurut saya, terkait dengan Perpres Nomor 32 Tahun 2024 juga, kita bisa saja berkolaborasi untuk menghadapi disrupsi digital yang unstoppable," tuturnya.
Laporan: Muhamad Ihsan
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Aldi Ginastiar
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement