Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Denny JA Pamerkan 188 Karya Lukisan AI, Diklaim Sebagai yang Pertama

Denny JA Pamerkan 188 Karya Lukisan AI, Diklaim Sebagai yang Pertama Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sebanyak 188 lukisan Denny JA dipamerkan di Jakarta. Tiga hal yang membuatnya unik. Pertama, banyak lukisannya merekam peristiwa pilpres 2024, bencana pandemik Covid-19, dan derita anak- anak Palestina yang tanahnya dibom Israel.

Kedua, dalam melukis, Denny JA menggunakan asisten bernama Artificial Intelligence. Sejak tahun 2022, Denny JA sudah mempublikasi karya lukisannya dalam sebuah buku. Lima aplikasi Artificial Intelligence ia kombinasikan.

Ketiga, pameran lukisan Denny JA tidak diselenggarakan di galeri, tidak di TIM (Taman Ismail Marzuki). Tidak juga pagelaran ini dibatasi waktu. Selamanya atau secara permanen, 188 lukisan Denny JA akan tetap dipajang di Mahakam 24 Residence, Jakarta.

Ada tiga tokoh merespon lukisan Denny JA. Pertama, kritikus lukisan senior Agus Dermawan T. Ia mengatakan “Jika Monet dan pelukis dunia lain melukis dengan pensil, kuas dan pisau palet, Denny JA melukis dengan aplikasi Artificial Intelligence.”

Sementara itu  Wina Armada, yang merupakan kritikus seni dan film berpendapat,  langkah Denny JA menggunakan Artificial Intelligence merupakan  terobosan awal seni rupa Indonesia dan sejarah mencatat itu. 

Sendang Dwi Heryanto, Dirut Perum Produksi Film Nasional (PFN) meyebut bahwa Denny JA merupakan  pelukis Indonesia yang pertama, yang menggunakan asisten artificial intelligence.

Terkait Mahakam 24 Residence, Jakarta menjadi  tempatnya untuk secara permanen untuk memamerkan 188 lukisan AI Denny JA, Manajer hotel Firman Firdaus mengatakan bahwa pihaknya ingin memulai tradisi baru.

“Kami ingin memulai tradisi baru. Hotel kami juga ingin sekaligus menjadi galeri permanen satu genre lukisan saja," jelasnya.

 “Memang hotel kami tidak mewah karena ia bukan hotel bintang lima. Memang hotel kami juga tidak lengkap fasilitas gelar lukisan karena ia bukan museum atau galeri, tapi hotel kami bersiap menjadi galeri lukisan juga. Khususnya satu genre saja, dalam hal ini, genre lukisan artificial intelligence," ujarnya.

Maka seluruh gedung itu dengan enam  lantai, dipenuhi lukisan Denny JA. Di semua lantai tersebut, di bagian eksterior, yang menghubungkan kamar-kamarnya dipajang 188 lukisan Denny JA. Setiap lantai berisi lukisan dengan satu topik dan tema berbeda-beda.

Di lantai paling tinggi, yaitu lantai tujuh, khusus menampilkan lukisan-lukisan Denny JA mengenai imajinasi anak-anak. Ada anak-anak di sana yang sedang rindu bermain ayunan di bulan.

Ada anak kecil dari satu desa yang naik sepeda dan membayangkan dirinya melayang di antara planet-planet yang luas. Juga ada anak-anak yang membayangkan mereka masuk ke dalam laut dan bermain dengan ikan-ikan sebagai sahabatnya. 

Lantai bawahnya lagi khusus untuk aneka lukisan dengan telinga yang besar.  Itu sebagai simbol mendengarkan. Denny menggambarkan tokoh yang dalam hidupnya banyak mendengar, telinganya lebih besar.

Di sana ada Mahatma Gandhi, Nelson Mandela. Ada Bunda Teresa, Dalai Lama. Juga hadir tokoh-tokoh lain yang mungkin tidak kita kenal, tetapi mereka mendedikasikan diri untuk mendengar. 

Lantai di bawahnya lagi, Denny melukis ulang berbagai pelukis dunia. Remaking. Tetapi dalam lukisan itu saya berikan bobot baru sesuai dengan zaman sekarang. 

Ada Da Vinci, Michelangelo, Van Gogh, Pablo Picasso, tetapi juga generasi berikutnya seperti Andy Warhol, Gustav Klimt, Frida Kahlo, Fernando Botero.

Bahkan juga ada pelukis Indonesia seperti Raden Saleh, Dede Eri Supria dan Affandi, yang lukisan dilukis ulang oleh Denny JA, demikian Firman Firdaus.

 “Kemampuan AI untuk melukis pada waktunya akan melampaui raksasa pelukis di zaman dulu. Tapi tetap saja para kreator yang mendaya gunakan AI itu akan lebih hebat lagi,” kata Denny JA.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi

Advertisement

Bagikan Artikel: