Meningkatnya kesadaran masyarakat akan air minum yang sehat membuat industri air minum terus berkembang.
Masyarakat mencari kebutuhan air minum ini melalui industri AMDK pabrikan atau AMDK bermerek dan industri depot air minum isi ulang (DAMIU) berskala UMKM yang saat ini bertumbuh sangat pesat.
Tahun 2024, terdapat 78.378 depot air minum di Indonesia, namun baru 53.261 yang layak HSP dan baru 1.755 yang memiliki Sertifikat Layak Higienis dan Sanitasi (SLHS).
Umumnya usaha depot air minum berbentuk UMKM yang dikelola secara perorangan.
Data itu didapat dalam seminar dan pelatihan bertema "Manajemen Higiene Sanitasi Untuk Pengusaha DAM Indonesia dan Pengawasan serta Penegakan Hukumnya dalam Kepatuhan Terhadap Prinsip Keamanan Pangan dan Persaingan Usaha Yang Sehat".
Ketua ASDAMINDO Erik Garnadi mengatakan saat ini konsumen makin cerdas dan kritis, untuk itu pelaku usaha harus meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan konsumen.
"Sayangnya, saat ini pengawasannya masih lemah dan penegakan hukum belum banyak direalisasikan," katanya.
Ia menambahkan ada beberapa peraturan terkait yaitu UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Permenkes No. 43 Tahun 2014 Tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum dan Kepmenperindag No. 651 Tahun 2004 Tentang Persyaratan Teknis DAM dan Perdagangan.
Salah satu pelanggaran yang marak terjadi di masyarakat adalah air galon bermerek dipalsukan dan dijual ke masyarakat dengan harga yang lebih murah. Praktik seperti ini sangat merugikan konsumen karena air galon oplosan bermerek tersebut bisa membahayakan kesehatan mereka.
Salah satu pembicara pada acara di Bandung, Amiruddin Sagala dari Direktorat Pengawasan Barang dan Jasa, Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan, mengatakan kewajiban pelaku usaha tata niaga depot air minum itu sudah diatur dalam Kepmenperindag No.651 tahun 2004 tentang Persyaratan Teknis dan Perdagangan Depot Air Minum Isi Ulang.
Di mana, dalam pasal 7 disebutkan depot air minum hanya diperbolehkan menjual produknya secara langsung kepada konsumen di lokasi depot dengan cara mengisi wadah yang dibawa oleh konsumen atau disediakan di tempat.
Selain itu depot air minum juga dilarang memiliki stok produk air minum dalam wadah yang dijual. Depot air minum hanya diperbolehkan menyediakan wadah tidak bermerek atau wadah polos. Depot air minum wajib memeriksa wadah yang dibawa oleh konsumen atau dilarang mengisi wadah yang tidak layak pakai.
Tutup wadah yang disediakan oleh depot air minum harus polos dan tidak bermerk. “Kemudian, dalam peraturanya, depot air minum juga tidak diperbolehkan memasang segel atau shrink wrap pada tutup wadahnya,” ujar Amiruddin.
Saat itu, dia menyampaikan kepada para pelaku usaha depot air minum bahwa sesuai pasal 10 dari peraturan itu, pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan tindakan administratif berupa teguran lisan, tertulis, penghentian sementara kegiatan, bahkan pencabutan izin usaha.
Sebagaimana dilansir dari media, belum lama ini Polres Cilegon Polda Banten dalam konferensi persnya beberapa waktu lalu mengungkap kasus tindak pidana pemalsuan isi air mineral galon merek produsen air minum dalam kemasan (AMDK) ternama.
Petugas kepolisian di sana menemukan ada salah satu agen minuman yang mengganti merek salah satu kemasan galon air minum dengan kemasan merek air mineral ternama. Mereka juga mengganti tutup galon dengan tutup galon air mineral merek ternama yang sudah dibeli dengan harga 5.000 per satuan.
Para pelaku depot air minum yang menjual air galon bermerek oplosan ini telah disangka dengan Pasal 62 ayat 1 Jo Pasal 8 ayat 1 huruf a dan d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Dan atau Pasal 143 Jo Pasal 99 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Menurut catatan kepolisian Banten, setidaknya sudah seringkali terjadi penggerebekan komplotan pengoplos air minum isi ulang. Beberapa di antaranya penggerebekan di Bantul (2011), Kota Depok (2016), Tangerang Selatan (2017), Tangerang (2018), Pandeglang (2018), Magetan (2020), dan Cilegon (2022).
Pada kesempatan berbeda, Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tubagus Haryo mendesak produsen untuk mengambil langkah-langkah responsif dengan mengevaluasi seluruh mata rantai distribusinya secara rutin.
Sebab, fenomena ini sudah lama terjadi, sehingga seharusnya bisa dideteksi dari awal. Dia pun mendorong polisi mengusut sampai tuntas dugaan jual-beli segel asli yang sangat mungkin melibatkan 'orang dalam' ini.
"Kalau memang yang menyuplai tutup itu orang dalam, saya kira mereka (produsen) harus melapor ke Kepolisian, sebab apa yang dilakukan telah mencederai hak-hak konsumen,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement