Berpotensi Diabaikan, Ahli Soroti Kelemahan Surat Edaran Larangan Truk AMDK Sumbu Tiga di Jabar
Kredit Foto: Ist
Kebijakan pelarangan truk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) berlebih muatan (ODOL) atau bersumbu tiga di Jawa Barat, yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat, menghadapi sejumlah sorotan dari para ahli. Mereka mempertanyakan kekuatan hukum dan implikasi dari SE tersebut.
Pakar Hukum dari Universitas Islam Bandung (Unisba), Rusli Kustiaman Iskandar, menjelaskan bahwa Surat Edaran pada dasarnya bersifat administratif internal dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat bagi publik luas.
"Surat edaran hanya bersifat administratif internal. Ia tidak punya daya ikat umum dan tidak bisa diperlakukan sebagai peraturan yang dapat menjatuhkan sanksi hukum," kata Rusli.
Ia menambahkan bahwa SE bukan bagian dari hierarki peraturan perundang-undangan, sehingga tidak boleh mengatur kepentingan publik secara luas. Kewenangan diskresi pejabat, lanjutnya, harus tetap berlandaskan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Sorotan serupa datang dari Pakar Transportasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Sony Sulaksono. Menurutnya, SE Gubernur dapat menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum di tingkat pelaksana, seperti di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan pelaku usaha.
"Ini salah satu kesalahan yang perlu diperbaiki. Surat edaran tidak memiliki dasar koordinasi yang jelas antara provinsi dengan kabupaten/kota," ujar Sony.
Ia menegaskan bahwa persoalan angkutan barang, termasuk truk ODOL, sebaiknya diselesaikan melalui penegakan aturan yang sudah ada secara konsisten, seperti peraturan tentang dimensi dan muatan, sertifikasi kendaraan, serta pengawasan teknis.
Ia juga mengingatkan bahwa pemerintah pusat telah memiliki peta jalan menuju "zero ODOL" pada 2027, yang seyogianya menjadi acuan bersama.
Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Air Minum Kemasan Nasional (Asparminas), Idham Arsyad, menyatakan bahwa industri pada prinsipnya siap mematuhi regulasi pemerintah. Namun, transisi menuju zero ODOL memerlukan persiapan matang dan tidak dapat dilakukan secara instan.
Idham mengkhawatirkan bahwa penerapan SE yang membatasi ukuran kendaraan akan berdampak pada efisiensi logistik. Survei internal Asparminas menunjukkan, jika SE diberlakukan, industri perlu menambah ribuan unit armada baru dalam waktu singkat.
"Kalau diterapkan, harus ada tambahan sekitar 2.700 unit kendaraan. Padahal, kapasitas vendor hanya sanggup menyediakan 180 unit dalam setahun," jelasnya.
Ia menilai, kebijakan tanpa payung hukum yang kuat dan persiapan komprehensif berisiko menimbulkan gangguan distribusi dan peningkatan biaya logistik. Menurutnya, hal ini dapat berkontribusi pada tantangan peningkatan daya saing logistik Indonesia yang saat ini masih perlu ditingkatkan.
Saat ini, Logistics Performance Index (LPI) Indonesia paling buruk di ASEAN. Indonesia berada di belakang Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Salah satu penyebab kondisi ini adalah biaya logistik yang tinggi, inefisiensi infrastruktur, dan koordinasi antar kementerian/lembaga yang belum optimal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement