Penelitian FKI: Anak SD yang Kurang Gizi Tiga Kali lebih Berisiko Working Memory Rendah
Sebuah studi yang dilakukan oleh Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) menemukan bahwa anak sekolah dasar yang kekurangan zat besi dan berisiko mengalami anemia, kekurangan energi, dan memiliki perawakan pendek berisiko gangguan kemampuan belajar. Hal itu berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 500 anak sekolah dasar di Jakarta.
Penelitian yang dipimpin langsung oleh Direktur Eksekutif FKI, Prof. Nila F Moeloek dan Koordinator Riset dan Kajian FKI, Dokter Ray Wagiu Basrowi, menyimpulkan bahwa anak dengan kondisi kurang zat besi, kurang energi, dan perawakan pendek karena kurang gizi berisiko hingga tiga kali lipat lebih tinggi untuk mengalami gangguan memori kerja (working memory) dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki status gizi baik.
Prof. Nila Moeloek menilai, temuan ini merupakan peringatan keras terhadap masa depan kesehatan dan pendidikan di Indonesia. Pasalnya, working memory adalah indikator sangat penting untuk keberhasilan belajar anak di sekolah.
"Working memory itu dibutuhkan agar anak bisa mengikuti instruksi guru, fokus pada tugas pelajaran, bahkan untuk menghafal dan menginterpretasikan informasi jangka pendek. Nah kalau skor working memory-nya rendah maka proses dasar otak untuk belajar selama sekolah tidak akan berjalan dengan baik,” ungkap Menteri Kesehatan RI 2014-2019 ini di Jakarta pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Dalam kesempatan yang sama, Dokter Ray Wagiu Basrowi mengatakan bahwa penelitian FKI ini membuktikan bahwa fakta adanya kondisi kurang gizi, dan anemia defisiensi besi pada anak SD ini bisa mengancam prestasi akademik murid sekolah dasar di kemudian hari, apabila jika ini terjadi pada jumlah anak yang lebih banyak.
Baca Juga: Terus Dukung Pemenuhan Gizi Masyarakat, Frisian Flag Indonesia Hadirkan Pabrik baru di Cikarang
"Dari evaluasi kami juga ditemukan bahwa murid sekolah dasar kelas 3 hingga 5 di Jakarta hampir 30% anak yang anemia mengalami gangguan memori kerja. Gangguan ini secara langsung berdampak pada kemampuan mereka untuk konsentrasi, memproses dan menyimpan informasi saat belajar,” ungkap Ray yang juga merupakan pendiri Health Collaborative Center (HCC) ini.
Studi terbaru yang dilakukan FKI ini juga memiliki beberapa temuan lain seperti berikut.
Anemia dan Perawakan Pendek Ganggu Kemampuan Belajar
Lebih dari 19% anak-anak dalam studi ini juga terbukti mengalami anemia, yang sebagian besar disebabkan oleh kekurangan zat besi. Prof Nila Moeloek dan Dr Ray Basrowi menjelaskan, "Ironisnya, anemia bukan hanya masalah kesehatan fisik tetapi juga sangat memengaruhi kemampuan kognitif anak-anak. Anak-anak dengan anemia memiliki skor memori kerja yang jauh lebih rendah, bahkan berdampak klinis yang sangat nyata. Anemia Kurang besi secara langsung membatasi kemampuan anak untuk menyerap informasi, berpikir logis, dan berpartisipasi aktif di kelas," ujar kedua inisiator Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) ini.
Asupan Gizi Murid Kurang Energi, Harus Cukup Makan Selama Sekolah?
Lebih lanjut, Prof Nila Moeloek menegaskan, penelitian ini menunjukkan bahwa kurangnya asupan zat gizi makro adalah penyebab mayor dari masalah ini. 28% anak-anak memiliki asupan energi yang tidak mencukupi, dan lebih dari 63% anak kekurangan karbohidrat.
“Ini adalah fakta yang bisa dihubungkan secara medis bahwa anak-anak SD banyak yang tidak cukup makan, sehingga asupan gizi terutama gizi makro menjadi tidak cukup. Padahal asupan gizi makro ini penting sekali karena langsung dipakai tubuh dan otak sebagai energi untuk aktivitas, berpikir, bermain, dan belajar, jadi kalau memang makan tidak cukup makan energinya juga tidak tersedia untuk belajar dan bermain di sekolah," tegasnya.
Dampak Luas pada Pendidikan dan Ekonomi Bangsa
Jika gangguan memori kerja ini tidak segera ditangani, dampaknya pada kualitas pendidikan di Indonesia akan semakin besar. Anak-anak yang memiliki gangguan memori kerja tidak hanya kesulitan belajar, tetapi juga akan mengalami kesulitan dalam mencapai potensi penuh mereka dalam kehidupan sosial dan karier dimasa depan.
Ini bukan hanya masalah kesehatan individu, tetapi juga masalah ekonomi. Apa yang ditemukan dalam penelitian ini adalah puncak gunung es, dan jika tidak ada intervensi segera, kita akan melihat generasi yang terjebak dalam lingkaran kekurangan gizi, pendidikan yang tidak baik, dan hilangnya kesempatan hidup berkualitas.
Baca Juga: Uji Coba Makan Bergizi Gratis di SMKN 26 Rawamangu, 1600 Paket Rp25.000 Per Porsi
Berdasarkan temuan-temuan yang ada, FKI merekomendasikan bahwa solusi gizi diperlukan segera. Dalam penelitian oleh tim yang diperkuat oleh Dr. Tonny Sundjaya, Dr. Kianti Raisa dan Dr. Eric Tjoeng ini menegaskan pentingnya tindakan segera. Program intervensi gizi yang menyeluruh dan berkelanjutan harus menjadi prioritas utama pemerintah. Program pemberian makan siang bergizi di sekolah juga menjadi salah satu potensi solusi, asalkan dijalankan dengan baik dan memastikan makanan dikonsumsi secara habis di sekolah oleh semua murid.
Setiap anak yang kekurangan gizi adalah kehilangan masa depan bangsa. Apa yang dipertaruhkan bukan hanya kesehatan individu, tetapi kesehatan masa depan ekonomi dan sosial negara. Memperbaiki status gizi anak-anak Indonesia harus menjadi prioritas nasional untuk membangun generasi penerus yang sehat, cerdas, dan siap bersaing di kancah global.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement