Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

TEA: Limbah Sawit Bisa Menjadi Pendongkrak Ekonomi Indonesia

TEA: Limbah Sawit Bisa Menjadi Pendongkrak Ekonomi Indonesia Petugas mengoperasikan mesin uap pabrik mini minyak goreng (Pamigo) saat pameran Pekan Nasional Kontak Tani Nelayan (Penas-KTNA) XVI, di Lanud Sutan Sjahrir Padang, Sumatera Barat, Minggu (11/6/2023). Pamigo merupakan teknologi dengan inovasi yang menghadirkan pengolahan sawit dari buah segar hingga produk minyak goreng sehingga menjadi solusi bagi peningkatan kesejahteraan pekebun sawit rakyat. | Kredit Foto: Antara/Iggoy el Fitra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemanfaatan limbah sawit dan limbah pertanian lainnya yang digunakan untuk bahan baku pembuatan bioethanol menurut lembaga riset independen Traction Energy Asia (TEA) lebih ramah lingkungan sehingga pemerintah perlu mempertimbangkan secara serius potensi tersebut untuk digunakan sebagai energi alternatif.

Adapun bioethanol sendiri merupakan jenis bahan bakar terbarukan yang dihasilkan dari bahan baku biomassa sumber pati, sumber selulosa, serta sumber gula.

Baca Juga: Nusron: Masalah Perusahaan Sawit Tanpa HGU Rampung Desember Mendatang

Dalam keterangannya, Program Manager Traction Energi Asia, Refina Muthia Sundari menyebut jika pihaknya mendorong pemerintah untuk melakukan diversifikasi bahan baku bioethanol dan tidak hanya mengandalkan tanaman tertentu saja seperti tebu.

“Bicara soal rantai pasok, kalau misalkan memang nantinya bioetanol ada diversifikasi bahan baku dan kemudian nanti bahan bakunya berasal dari limbah, sebenarnya dari rantai pasoknya sendiri itu sudah sangat ramah lingkungan,” kata Refina, dalam keterangan yang dikutip Warta Ekonomi, Senin (4/11/2024).

Refina menjelaskan bahwa dengan memanfaatkan limbah pertanian, maka hal tersebut tidak memerlukan ekstensifikasi lahan atau memperluas lahan dengan mencari lahan-lahan baru.

"Pemanfaatan limbah justru menjadi peluang bagi pemerintah untuk intensifikasi atau meningkatkan hasil pertanian," jelasnya.

Baca Juga: Kinerja Solid, Cisadane Sawit Raya (CSRA) Catatkan Pendapatan Tumbuh 12,2%

Sementara itu, apabila pemerintah menetapkan limbah kelapa sawit maupun limbah pertanian lainnya sebagai bahan baku bioethanol, Refina menilai jika hal tersebut memunculkan peluang baru untuk mendorong perekonomian regional di berbagai daerah misalnya dengan membuat kebijakan kawasan ekonomi khusus.

Kendati demikian, dia mengingatkan kepada pemerintah bahwa kebun kelapa sawit sudah banyak tersedia di Indonesia, misalnya pulau Sumatera. Maka dari itu, dia mendorong pemerintah untuk memanfaatkan ekosistem yang sudah terbentuk untuk memaksimalkan produksi bioethanol dari limbah kelapa sawit.

“Pada prinsipnya, kalau untuk rantai pasok, semakin pendek rantai pasok, misalkan di Sumatera, kita bisa memproduksi dari Sumatera untuk Sumatera. Nah, itu akan sangat lebih murah dan juga sangat ramah lingkungan,” ucapnya.

Baca Juga: Cisadane Sawit Raya Berhasil Cetak Laba Bersih Rp125 Miliar di Tengah Kondisi Menantang

Berdasarkan hasil dari perhitungan Traction, dia menyebut bahwa limbah batang pohon kelapa sawit merupakan bahan baku yang paling ekonomis di antara bagian pohon kelapa sawit lainnya seperti tandan buah kosong maupun sabut kelapa sawit,

Biaya produksi bioethanol dari limbah batang pohon kelapa sawit sendiri dinilai lebih murah kendati nantinya masih dibutuhkan subsidi untuk membangun infrastruktur pengembangan selulosa etanol tersebut.

“Kita masih harus membangun infrastrukturnya dan lain sebagainya yang memang dibutuhkan untuk pengembangan selulosa etanol. Itu adalah batang pohon kelapa sawit dengan besaran sekitar Rp6.700 per liter untuk subsidinya. Kalau untuk biaya produksinya sebesar Rp7.000,” ungkapnya.

Untuk diketahui, Presiden Prabowo Subianto dalam pidato perdananya sebagai presiden pada Oktober lalu telah menekankan swasembada energi. Menurut dia, hasil perkebunan seperti kelapa sawit, singkong, tebu dan jagung berpotensi besar untuk diolah menjadi bahan bakar nabati pengganti minyak bumi.

Dia menyebut bahwa Indonesia memiliki peluang untuk menjadi raja energi hijau dunia melalui pengembangan produk biodiesel dan bioavtur dari sawit, bioethanol dari tebu dan singkong, serta berbagai energi hijau lainnya dari angin, matahari, dan panas bumi. Visi tersebut tercetak dalam dokumen visi-misi Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Baca Juga: Petani Sawit Jadi Tumpu Utama Industri Biodiesel Indonesia

Pengembangan bioetanol juga masuk dalam program kerja Prabowo-Gibran dalam Asta Cita 2 poin ekonomi hijau. Dokumen tersebut menyebutkan tentang rencana untuk mengembangkan bioetanol dari singkong dan tebu, sekaligus menuju kemandirian komoditas gula.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: