PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) sejak 1976 hingga saat ini telah menyalurkan 5,5 juta Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi dan non subsidi baik melalui konvensional maupun pembiayaan syariah.
Direktur Utama BTN, Nixon Napitupulu mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan akad KPR pada perempuan sebanyak 32,5 persen.
“Kita lihat trennya angka KPR yang dilakukan perempuan makin hari makin meningkat. Di kami program sejuta rumah 32,5 persen akad dilakukan perempuan,” kata Nixon dalam acara diskusi Program 3 Juta Rumah Gotong Royong Membangun Rumah untuk Rakyat, Jakarta, Jumat (9/11/2024).
Baca Juga: Realisasikan Program 3 Juta Rumah, Dirut BTN Gandeng Tiga Menteri Paparkan Solusinya
Menurutnya, fenomena tersebut sebagai tren baru, di mana dulu perempuan biasanya membeli rumah dengan bergantung pada calon suami, namun sekarang mereka sudah bisa membeli rumah secara mandiri.
“Kita melihat bahwa satu trennya akad KPR yang dilakukan oleh perempuan makin hari makin meningkat. Ini tren baru sebenarnya, jadi kalau perempuan dulu beli rumah tergantung calon suami, sekarang sudah beli sendiri,” imbuhnya.
Selain itu, Nixon mengatakan, BTN telah menyalurkan kredit KPR kepada pekerja sebesar 90,3% dari sektor formal dan sektor informal telah menyalurkan Rp18 triliun diantaranya tukang cukur di Garut (Asgar), tukang sablon hingga pengemudi ojek online.
“Memang, ini yang terus-menerus coba kami upayakan lebih baik lagi, sehingga sektor ini bisa jauh lebih cepat pertumbuhannya dibanding sektor formal,” katanya pula,” pungkasnya.
Lebih lanjut, Nixon mengatakan di Indonesia masih punya isu nasional yakni backlog kepemilikan rumah sebanyak 9,9 juta, dan lebih dari 50% masyarakat miskin menghuni rumah tidak layak huni. Berdasarkan data dari PLN, angkanya sampai 24 juta rumah tidak layak huni.
Baca Juga: Ditopang KPR, BTN Optimistis Pertumbuhan Kredit On Track
Selanjutnya, ia mengatakan isu utama perumahan di daerah dari sisi demand di antaranya masih terkait dengan pendataan kebutuhan rumah dengan sistem ‘by name, by address’, serta tumpang tindih peraturan terkait kewenangan penyelenggaraan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Sedangkan di sisi supply, BTN melihat masih belum adanya sinkronisasi perencanaan tata ruang antara daerah dan pusat,” imbuhnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Belinda Safitri
Advertisement