Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia Melesat Capai USD5,9 Miliar, Ini Pemicunya

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia Melesat Capai USD5,9 Miliar, Ini Pemicunya Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. | Kredit Foto: Kemenko Bidang Perekonomian
Warta Ekonomi, Jakarta -

Berdasarkan capaian surplus pada neraca transaksi ekonomi internasional Indonesia, stabilitas ketahanan eksternal Indonesia tetap terjaga di tengah berbagai dinamika risiko global yang tengah terjadi.

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, dimana sebelumnya mengalami defisit sebesar USD0,6 miliar pada kuartal II 2024 menurut laporan dari Bank Indonesia (BI).

Baca Juga: NCKL Kuartal III 2024 Surplus 8 Persen, Cetak Laba Rp4,83 Triliun

Penurunan Defisit Transaksi Berjalan

Torehan surplus tersebut dipicu oleh perbaikan sejumlah indikator, salah satunya penurunan defisit transaksi berjalan menjadi USD2,2 miliar (0,6% dari PDB), lebih baik dibandingkan defisit USD3,2 miliar (0,9% dari PDB) pada kuartal II 2024. 

Perkembangan positif tersebut dipengaruhi oleh perbaikan defisit Neraca Jasa dari sebelumnya USD5,1 miliar menjadi USD4,2 miliar, terutama disebabkan oleh peningkatan pendapatan dari jasa perjalanan dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisman ke Indonesia karena penyelenggaraan acara berskala internasional dan periode libur musim panas.

Selain dipengaruhi capaian Neraca Jasa, penurunan defisit transaksi berjalan juga didorong oleh perbaikan defisit Neraca Pendapatan Primer menjadi USD8,9 miliar atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya sebesar USD9,6 miliar, yang disebabkan oleh penurunan pembayaran imbal hasil atas investasi langsung dan investasi portfolio sejalan dengan pola siklus bisnis. 

Kinerja positif lainnya juga ditunjukkan oleh peningkatan surplus Neraca Pendapatan Sekunder menjadi USD1,6 miliar, atau lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya sebesar USD1,5 miliar yang disebabkan oleh peningkatan penerimaan hibah Pemerintah dan transfer personal dalam bentuk remitansi dari Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Peningkatan Surplus Transaksi Modal dan Finansial

Lebih lanjut, surplus Neraca Pembayaran juga dipicu oleh adanya peningkatan surplus Transaksi Modal dan Finansial menjadi USD6,6 miliar (1,8% dari PDB) dari sebelumnya hanya sebesar USD3,0 miliar (0,9% dari PDB) pada kuartal II 2024. 

Perkembangan positif ini dipengaruhi oleh peningkatan surplus Investasi Langsung menjadi USD5,2 miliar, didorong tingginya penyertaan modal asing dalam bentuk ekuitas, terutama di sektor industri pengolahan, pertambangan dan penggalian, serta perdagangan besar dan eceran.  

Selain itu, peningkatan surplus Investasi Portfolio menjadi USD9,6 miliar, yang berasal dari pembelian instrumen jangka panjang yakni Surat Utang Negara (SUN) Rupiah dan Global Bond Pemerintah, serta instrumen jangka pendek yakni Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga menjadi aspek yang mendorong perkembangan surplus Transaksi Modal dan Finansial.

Cadangan Devisa Meningkat

Capaian surplus Neraca Pembayaran tersebut juga turut mempengaruhi posisi cadangan devisa Indonesia. Cadangan devisa telah meningkat menjadi sebesar USD149,9 miliar pada akhir September 2024, atau setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Kebijakan Strategis Pemerintah

Sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas ketahanan eksternal di tengah tekanan global seperti penguatan indeks dolar AS yang memengaruhi volatilitas pasar keuangan Indonesia, Pemerintah juga telah menerapkan kebijakan strategis untuk mengurangi kerentanan nilai tukar melalui penguatan penggunaan mata uang lokal dalam transaksi bilateral. 

Implementasi Local Currency Transaction (LCT), yang merupakan perluasan dari Local Currency Settlement (LCS), berperan penting dalam memfasilitasi perdagangan dan investasi antar negara dengan mengurangi ketergantungan pada mata uang asing tertentu. Langkah ini diharapkan mendukung pendalaman pasar keuangan serta stabilisasi nilai tukar.

“Dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan LCT, Pemerintah bersama Bank Indonesia membentuk Satuan Tugas Nasional LCT, yang ditargetkan untuk meningkatkan penggunaan LCT hingga 10% pada 2024 dan 2025,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dikutip dari siaran pers Kemenko Perekonomian, Jumat (22/11).

Langkah ini juga diperkuat dengan sosialisasi dan insentif kepada pelaku usaha, eksportir, importir, dan BUMN untuk mendorong keterlibatan aktif dalam stabilisasi ekonomi melalui kebijakan tersebut. Dengan berbagai strategi yang telah diterapkan, pemerintah berkomitmen menjaga ketahanan ekonomi nasional di tengah dinamika perekonomian global.

Selain itu, Pemerintah terus menjalin kerja sama ekonomi di berbagai forum sebagai upaya untuk meningkatkan akses produk ekspor Indonesia dan mendorong investasi asing ke dalam negeri untuk memperkuat ketahanan sektor eksternal dan menjaga surplus neraca pembayaran. 

Kemitraan Indonesia dengan negara IPEF telah memberikan langkah konkret bersama dalam mewujudkan perluasan pasar melalui rantai pasok global yang tangguh, fasilitasi ekonomi bersih, dan kemudahan investasi. 

Upaya aksesi OECD juga terus dilanjutkan untuk mendorong reformasi sesuai dengan standar negara maju, yang diharapkan dapat meningkatkan daya tarik investasi dan memperkuat posisi Indonesia di kancah global.

Ke depan, BI memperkirakan NPI 2024 akan tetap tumbuh positif dengan defisit neraca transaksi berjalan yang terjaga dalam kisaran rendah sebesar 0,1% hingga 0,9% dari PDB. 

Dengan mempertimbangkan capaian dan proyeksi positif tersebut, Pemerintah akan terus berupaya menjaga perkembangan NPI di tengah dinamika perekonomian global dengan memperkuat kebijakan dan koordinasi antar pihak. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya

Advertisement

Bagikan Artikel: