- Home
- /
- EkBis
- /
- Transportasi
Pelarangan Truk Sumbu 3 Saat Nataru Dinilai Berpotensi Negatif terhadap Perekonomian Nasional
Industri air minum dalam kemasan (AMDK) dan industri ekspor impor meminta Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan untuk mengizinkan truk sumbu 3 mereka beroperasi saat libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 nanti. Hal itu dinilai mengabaikan kelangsungan ekspor dan impor yang berpotensi negatif terhadap perekonomian nasional.
Dosen Fakultas Manajemen dan Bisnis Institut Transportasi dan Logistik Trisakti (ITL) Trisakti Dr. Euis Saribanon, SE, MM meminta agar Kemenhub lebih bijak lagi melihat dampak yang ditimbulkan pelarangan truk-truk sumbu 3 pada saat Hari-hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) seperti Nataru nanti terhadap industri yang bisa mengganggu ekonomi nasional. Dia menyarankan agar pemerintah cukup melakukan pengaturan jalan saja.
“Pemerintah harus lebih bijak melihat dampak kerugian yang diakibatkan kebijakan pelarangan yang dibuat pada setiap hari-hari besar keagamaan. Apalagi kebijakan itu masih menimbulkan keberatan-keberatan dari pihak-pihak lain yang terkait,” ujarnya.
Dia mencontohkan industri-industri yang memiliki pabrik-pabrik yang memang harus beroperasi selama 24 jam setiap harinya seperti industri AMDK, ekspor impor, pasti akan mengalami kerugian dengan adanya kebijakan pelarangan tersebut. “Distribusi mereka pasti akan terganggu jika dilakukan pelarangan terhadap truk-truk sumbu 3 untuk beroperasi,” katanya.
Karenanya, dia mengusulkan agar sebelum mengeluarkan kebijakan pelarangan ini, pihak kemenhub harus melihatnya secara komprehensif, tidak hanya dari satu sisi saja. Kenapa sampai harus komprehensif, menurut Euis, hal itu disebabkan adanya dampaknya terhadap beberapa sisi lain. “Jadi, diperlukan kehati-hatian saat memberlakukan kebijakan pelarangan tersebut. Apalagi kalau sampai itu mengganggu perekonomian nasional kita,” ucapnya.
Hal senada disampaikan Pakar Logistik dari Universitas Logistik dan Bisnis Internasional (ULBI), Agus Purnomo. Dia juga menilai kebijakan pelarangan ini bisa menyebabkan keterlambatan pasokan dan kelangkaan barang yang dapat mengurangi kepuasan konsumen dalam mengakses produk, terutama di sektor makanan dan minuman.
“Kebijakan pelarangan truk sumbu 3 pada saat libur Nataru mendatang berpotensi memperlambat distribusi bahan baku maupun produk akhir yang dibutuhkan sektor manufaktur seperti industri AMDK untuk mempertahankan operasi. Akibatnya, kebijakan tersebut hanya akan memperburuk kondisi industri manufaktur yang otomatis akan mengganggu ekonomi nasional,” katanya.
Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Eksportir Indonesia (GPEI), Toto Dirgantoro, menuturkan ekspor itu tidak mengenal hari libur dan kapalnya tidak ada istirahatnya. Shipping line global pengangkut ekspor yang sudah terjadwal masuk dan bongkar muat di pelabuhan Indonesia, tidak ada urusan dengan Libur Nataru atau Lebaran.
Selain itu, ekspor sangat berkaitan dengan jadwal liner atau closing time (batas akhir waktu pengapalan). Jika terjadi gagal ekspor, ini akan berakibat fatal bagi eksportir dan membuat biaya tinggi yang menyebabkan produk nasional tidak kompetitif di pasar global.
“Nah, sehingga mestinya bisa dinilai bahwa untuk ekspor kan tidak antar daerah, tapi dari wilayah industri ke lokasi pelabuhan. Nah, mestinya diberikan alternatif agar truk-truk kontainer ekspor bisa beroperasi terus meskipun di hari libur keagamaan seperti Nataru dan Lebaran,” ujarnya.
Dia berharap truk-truk kontainer ekspor itu bisa diberikan alternatif dengan jalan di malam hari melalui jalan-jalan arteri atau non tol. Hanya tinggal dibatasi jamnya saja mengingat pelabuhan bukanya 24 jam. “Karena, para pemudik itu kan umumnya lewat jalur tol. Jadi, jalur-jalur arteri seharusnya bisa digunakan untuk membawa barang dari kawasan industri ke pelabuhan. Yang penting tidak dilarang aja,” ucapnya.
Menurutnya, semua itu mestinya diseimbangkan sehingga tidak timbul add cost buat eksportir yang memang closing time-nya di liburan Nataru itu. “Kalau Kemenhub tetap dengan kebijakannya, para eksportir terpaksa harus membayar ekstra cost dengan menggunakan pengawalan khusus agar barangnya bisa diangkut ke pelabuhan. Informasi di lapangan, bayarnya itu berkisar 1,5 juta hingga dua juta per kontainer. Kan tidak mungkin barangnya tidak jadi terkirim akibat adanya pelarangan itu,” katanya.
Dia menuturkan terkait keluhan para eksportir ini sudah disampaikan kepada Kementerian Perhubungan. Dia mengatakan kebijakan pelarangan truk sumbu 3 yang menghambat ekspor ini tidak sejalan dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto yang berharap agar ekspor Indonesia bisa ditingkatkan.
“Presiden kan mengharapkan agar ekspor kita meningkat. Presiden juga berharap semua akan berjalan dengan baik untuk peningkatan ekspor nasional kita. Jadi, kebijakan yang melarang truk kontainer beroperasi saat Nataru nanti, jelas sangat mengganggu kinerja ekspor dan tidak sejalan dengan instruksi Presiden,” tuturnya.
Jika ekspor terganggu, menurut Toto, itu bisa mengganggu devisa negara. Jadi, ekspor memiliki pengaruh signifikan terhadap cadangan devisa negara karena meningkatkan aliran masuk valuta asing ke Indonesia. Cadangan devisa adalah aset penting bagi negara untuk mengatasi defisit perdagangan, membayar utang luar negeri, dan menjaga stabilitas mata uang.
Wakil Ketua Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI), Jawa Timur, Medy Prakoso, mengatakan hal senada. Pelarangan terhadap truk sumbu 3 saat Nataru nanti jelas sangat merugikan para importir. Hal itu disebabkan akan banyaknya barang-barang mereka tertahan di pelabuhan yang mengakibatkan adanya biaya tambahan lagi yang nilainya tidak kecil. “Costnya terlalu tinggi bagi kami para penerima barang atau importir jika nanti terjadi penumpukan barang di pelabuhan dan terpaksa barang-barang kami itu harus tertahan dulu di pelabuhan,” ujarnya.
Sementara, lanjutnya, dwelling time atau waktu mulai kontainer dibongkar dan diangkut dari kapal sampai petikemas meninggalkan terminal pelabuhan melalui pintu utama hanya 3 hari. Lewat dari tiga hari, secara otomatis barang-barang itu akan ditarik ke Pemindahan Lokasi Penumpukan atau PLP lini dua. “Jika itu terjadi, kepada kita para penerima barang atau importir ini sudah terkena biaya pelayanan storage atau pelayanan penumpukan dan lift on-lift off atau Lo-Lo peti kemas internasional yang nilainya cukup besar,” tuturnya.
Selain itu, dengan tertahannya barang di pelabuhan, khusus untuk untuk barang-barang makanan atau buah-buahan juga bisa rusak. “Jadi, kami para importir berharap agar kemenhub tetap mengizinkan truk-truk kontainer impor tetap bisa berjalan selama libur Nataru nanti,” katanya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement