Indonesia-Autralia Berkolaborasi Tekan Penangkapan Ikan Ilegal di Perbatasan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Australia Fisheries Management Authority (AFMA) berkolaborasi menekan praktik penangkapan ikan ilegal atau illegal fishing di wilayah perbatasan.'
Salah satunya melalui kegiatan Public Information Campaign (PIC) yang berlangsung pada 10 -14 Desember 2024 di Kota Baubau, Kabupaten Muna Barat dan Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, dimana para nelayan yang melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Australia dieduksi.
Baca Juga: Menko Airlangga Lantik Pejabat Eselon I, Harapkan Ini Guna Capai Target Pertumbuhan Ekonomi
Sebelumnya edukasi ini juga dilaksanakan di Kota Kupang dan Kabupaten Rote Ndao pada 30 Juli dan 1 Agustus 2024.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Dr. Pung Nugroho Saksono, A.Pi. M.M. menjabarkan bahwa berdasarkan data yang dikelola AFMA dan Ditjen PSDKP, dari 216 nelayan Indonesia yang ditangkap oleh Pemerintah Australia pada tahun 2024, 48% atau sebanyak 103 orang berasal dari Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya Kota Baubau, Kabupaten Muna Barat dan Kabupaten Konawe Selatan. Itulah sebabnya ketiga wilayah tersebut ditargetkan pada kegiatan PIC kali ini.
"Hal ini tentu sangat disayangkan, di tengah gencarnya Pemerintah Indonesia memerangi praktik illegal fishing yang dilakukan oleh Kapal Ikan Asing, ternyata banyak kapal-kapal nelayan Indonesia yang menangkap ikan di negara lain tanpa izin,” ungkap Pung Nugroho, dikutip dari siaran pers KKP, Selasa (17/12).
Sejak tahun 2019, PSDKP melalui pembiayaan mandiri maupun berkolaborasi dengan berbagai pihak secara terus menerus telah melakukan tindakan pencegahan dengan memberikan pemahaman atau penyadartahuan kepada para nelayan agar mentaati aturan yang berlaku.
Selain itu, KKP bersama dengan Pemerintah Australia telah menyepakati tiga program kerjasama, yakni Patroli Terkoordinasi, Public Information Campaign (PIC), dan Mata Pencaharian Alternatif bagi para nelayan pelintas batas yang saat ini programmnya sedang dalam proses pembahasan.
Ancaman Keselamatan
Sementara itu, Ir. Nugroho Aji, M.Si. mewakili Direktur Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP saat melaksanakan Public Information Campaign (PIC) di Sulawesi Tenggara, menjabarkan bahwa kegiatan penangkapan ikan secara ilegal yang dilakukan oleh nelayan Indonesia di Perairan Australia akan menimbulkan resiko tidak hanya kepada para nelayan itu sendiri, namun juga bagi reputasi negara Indonesia yang citranya akan turun dan mengganggu hubungan baik yang telah terjalin diantara dua negara.
"Selain besarnya resiko yang dihadapi dari kondisi cuaca dan lautan yang menantang, apabila tertangkap, kapal beserta hasil tangkapan akan disita dan dimusnahkan, selanjutnya nelayan akan mendapat hukuman denda yang tinggi dan akan dipenjara apabila tidak dapat membayar denda tersebut," papar Nugroho Aji.
Nugroho Aji menambahkan kabar buruk lainnya adalah, mulai tahun 2025 Pemerintah Australia telah menyampaikan kepada Perwakilan Indonesia di KBRI Canberra bahwa mereka tidak lagi menyediakan jasa lawyer atau penasehat hukum bagi para nelayan Indonesia yang di proses hukum oleh Pemerintah Australia. Itu artinya nelayan indonesia kemungkinan akan mendapatkan hukuman yang lebih berat dari sebelumnya.
Mata Pencaharian Alternatif
KKP dan Pemerintah Australia sedang menyusun program alternatif mata pencaharian bagi para nelayan Indonesia yang akan disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi geografis dari masing-masing wilayah. Pemerintah Australia juga tengah menggagas kemungkinan untuk memberikan visa kerja di kapal-kapal perikanan Australia bagi nelayan Indonesia, dengan syarat mereka tidak boleh tersangkut tindak pidana dan tidak boleh mempunyai catatan kriminal pernah ditangkap oleh Pemerintah Australia.
Lidya Woodhouse, perwakilan dari AFMA mengungkapkan bahwa Pemerintah Australia sangat prihatin karena para nelayan Indonesia yang menangkap ikan tanpa izin di Perairan Australia tersebut tidak hanya masuk ke wilayah perbatasan, namun telah jauh menjelajah hingga ke wilayah teritorial di Western Australia. Australia memiliki peraturan perikanan dan lingkungan hidup yang sangat ketat untuk melindungi lingkungan dan biota laut yang dimiliki.
"Traditional fishing right yang diberikan kepada nelayan tradisional Indonesia di kawasan MoU Box hanya diberikan kepada nelayan Indonesia yang menggunakan kapal layar tanpa mesin untuk menangkap ikan yang hidup di kolong air saja. Sedangkan teripang dan hewan lainnya yang hidup di dasar laut tidak boleh diambil karena sesuai dengan perjanjian wilayah yang telah disepakati oleh kedua negara, dasar laut di perairan perbatasan Indonesia-Australia (landas kontinen) merupakan milik Negara Australia," tutur Lidya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement