Batubara Metalurgi Disebut Kelebihan Pasokan, Think Tank Jerman Desak Hentikan Pemodalan
Kredit Foto: Antara/Nova Wahyudi
Urgewald, lembaga Think Tank asal Jerman mencatat, ada tujuh perusahaan batubara Indonesia yang memiliki rencana memperluas bisnisnya dengan mengembangkan batubara metalurgi, yang merupakan salah satu bahan baku industri baja. Padahal, dunia kini sedang kelebihan pasokan. Artinya ekspansi tambang batubara metalurgi tidak lagi dibutuhkan.
Urgewald bersama 10 organisasi nirlaba global menerbitkan Metallurgical Coal Exit List (MCEL), sebuah basis data publik terlengkap yang mendaftar perusahaan-perusahaan batubara metalurgi global, guna mendorong transparansi di sektor yang sering terabaikan dalam upaya dekarbonisasi. Tujuh perusahaan batubara Indonesia beserta 17 anak usahanya masuk daftar ini, di antaranya PT Adaro Energy Indonesia Tbk, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk, PT Atlas Resources Tbk, PT Sinar Mas, Cokal Ltd, PT Transcoal Minergy, dan PT Singlurus Pratama.
Mengacu daftar tersebut, terdapat 160 perusahaan yang menggarap 252 proyek ekspansi tambang batubara metalurgi di 18 negara, termasuk Indonesia. Rencana produksi tambahan dari ekspansi tersebut mencapai 551 juta ton per tahun dan akan meningkatkan produksi batubara metalurgi global hingga 50%.
Padahal, mengacu International Energy Agency (IEA), produksi batubara metalurgi saat ini mampu memenuhi kebutuhan hingga 2050. Bahkan, Critical Raw Material Alliance menyatakan bahwa produksi batubara metalurgi telah 37% lebih tinggi dari permintaan.
Baca Juga: Ubah Batu Bara Jadi Bahan Baku Baterai Kendaraan Listrik, PTBA Buat Perusahaan China Kepincut
Di sisi lain, berkat perkembangan teknologi, industri baja kini dapat beralih ke metode produksi baja yang bebas batubara. Merujuk Agora Industry, secara teknis, industri baja bisa meninggalkan penggunaan batubara pada awal 2040. Selama ini, lantaran bergantung pada batubara sebagai salah satu bahan baku kunci, sektor besi dan baja bertanggung jawab atas 11% emisi CO2 global.
“Perkembangan terbaru dalam produksi baja hijau membuka peluang bagi industri baja yang sulit didekarbonisasi menjadi industri yang dapat dengan cepat memangkas emisi dan mengakhiri ketergantungan pada batubara. Tambang batubara metalurgi baru justru akan membahayakan iklim dan mengancam target Perjanjian Paris,” tegas Heffa Schuecking, Direktur Urgewald dalam keterangan resminya dilansir, Sabtu 25/01/2025.
MCEL, sebut Schuecking, bertujuan menyoroti perusahaan mana saja yang merencanakan pembukaan tambang baru atau memperluas tambang batubara metalurgi yang telah dimiliki. Harapannya, lembaga keuangan dapat menjadikan daftar ini sebagai acuan untuk menghentikan pembiayaan ke ekspansi yang membabi buta di industri batubara.
“Sebagian besar produsen batubara berusaha membersihkan citra publiknya dan berupaya mempertahankan akses pembiayaan dengan menambahkan batubara metalurgi dalam portofolio mereka. Namun, batubara metalurgi mencapai 13% dari total produksi batubara, dan institusi keuangan akhirnya merujuk hal ini dalam kebijakan batubara mereka,” tutur Lia Wagner, Head of Met Coal Research Urgewald.
Baca Juga: PT Bukit Asam (PTBA) Pacu Inovasi Hilirisasi Batu Bara Demi Ketahanan Energi Nasional
Reclaim Finance, organisasi nirlaba yang secara rutin menganalisa 386 institusi keuangan besar, mencatat 183 lembaga keuangan telah mengadopsi kebijakan terkait batubara thermal. Namun, dari jumlah tersebut, baru 16 institusi keuangan yang memiliki kebijakan terkait batubara metalurgi. Salah satu yang terbaik, yakni Zurich dari Swiss, yang telah mengecualikan tambang batubara metalurgi dan perusahaan yang mengembangkannya dari daftar pembiayaan.
“Dari perspektif iklim, batubara tetaplah batubara dan harus diakhiri pemanfaatannya. Teknologi untuk mendekarbonisasi produksi baja sudah tersedia dan siap digunakan oleh penggerak pertama di industri ini. Institusi keuangan harus mendukung transisi baja bebas batubara daripada terus mendukung perusahaan yang membangun tambang batubara metalurgi baru yang kotor,” tegas Cynthia Rocamora, Private Finance Campaigner Reclaim Finance.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement