Jatuh Bangun Djajadi Djaja Berbisnis Mi Instan, dari Kehilangan Indomie hingga Sukses Bangun Mie Gaga
Kredit Foto: Istimewa
Harga murah dan pengolahan yang mudah menjadikan mie Gaga berhasil menjadi salah satu merek mi instan terbaik di Indonesia. Mie Gaga merupakan produk buatan PT Sanmaru Food Manufacturing Overseas milik pengusaha asal Medan yakni Djajadi Djaja.
Sebelum sukses sebagai produsen mi instan terbaik di Indonesia, dulunya PT Sanmaru Food Manufacturing adalah perusahaan yang bergerak di bidang distribusi barang bernama PT Jangkar Jati Group.
Djajadi Djaja mendirikan PT Jangkar Jati Group pada tahun 1964. Ia mendirikan bisnis distribusi barang bersama tiga sahabatnya yakni Ulung Sunjaya, Wahyu Junaedi, dan Pandi Kusuma. Sebagai langkah melebarkan sayap karirnya, Djajadi Djaja memutuskan untuk mengubah bisnis PT Jangkar Jati Group yang tadinya hanya sebatas mendistribusikan satu jenis barang menjadi lebih beragam.
Selain mengubah layanannya, nama usaha juga mengalami perubahan menjadi PT Wicaksana Overseas International yang bergerak di banyak bidang. Akan tetapi, usaha di bidang distribusi barang tersebut hanya berlangsung sekitar 8 tahun saja.
Tepatnya di tahun 1972, pemuda asal Medan itu memutuskan untuk mencoba bisnis lainnya yakni dengan mendirikan PT Sanmaru Food Manufacturing Overseas yang berfokus pada produksi mi instan.
Sejak awal pertama kali diperkenalkan ke khalayak umum, produk mi instan “Indomie” buatan Djajadi Djaja berhasil mencuri hati masyarakat Indonesia. Bahkan, karena produk ini terbilang berhasil di tanah air, akhirnya di tahun 1982 PT Sanmaru Food Manufacturing mencoba untuk mengekspor produknya ke negara lain seperti Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura. Selain Asia, mi instan itu juga di ekspor ke beberapa negara di benua Eropa seperti Amerika dan Australia.
Kesuksesan PT Sanmaru Food Manufacturing Overseas dalam menjual mi instan membuat Salim Group tertarik untuk bermitra pada tahun 1984. Berkat kerja sama itu, akhirnya tercipta PT Indofood Eternal. Kemudian Salim Group memberikan tawaran kepada Djajadi Djaja beserta kawan-kawannya untuk memindahkan kepemilikan Indomie.
Sebagai informasi, Salim Group adalah perusahaan milik Liem Sioe Liong yang juga pelaku bisnis mi instan PT Sarimi dan PT Lima Satu Sankyu. Di tahun 1968, PT Sarimi dan PT Lima Satu Sankyu berhasil menciptakan produk yang diberi nama “Supermi dan Sarimi".
Baca Juga: Cerita Sunny Kemengmau dan Tas Kulit Robita, Tak Populer di Indonesia tapi Sukses Menembus Jepang
Setelah resmi menjalin kerja sama, Djajadi Djaja meminta Hendy Rusli untuk memimpin PT Indofood Eternal. Kerja sama kedua perusahaan itu berhasil menyatukan Supermi dan Indomie dalam satu tempat produksi. Akhirnya, saham PT Indofood Eternal dibagi menjadi dua dengan pembagian 57,5% untuk Djajadi Djaja beserta kawan-kawannya dan 42,5% bagi Salim Group.
Sayangnya, di tahun 1993, Djajadi Djaja beserta kawan-kawannya harus menerima pil pahit ketika mereka mengalami permasalahan keuangan dan harus tersingkir dari PT Indofood Eternal. Momen itu membuat kepemilikan Indofood yang sebelumnya dibagi dua menjadi hak penuh bagi Salim Group.
Masih di tahun yang sama, Salim Group mengumumkan bahwa tidak lagi menggunakan layanan distributor dari PT Wicaksana Overseas. Indomie mengganti layanan distributor Djajadi Djaja dengan anak usaha Indofood sendiri, yakni Indomarco Adi Prima. Dengan begitu, terhitung sejak tahun 1994, Djajadi Djaja sudah tidak lagi mempunyai peran di bisnis tersebut.
Meskipun konfliknya sudah terjadi sejak lama, pada tanggal 17 Desember 1998 Djajadi Djaja menggugat PT Indofood Eternal. Pihaknya merasa dirugikan karena dipaksa untuk menjual saham dan merek dengan harga sangat rendah.
Baca Juga: Suksesnya Martha Handana, dari Gadis Tomboy hingga Sukses Bangun Brand Kecantikan Martha Tilaar
Bukan hanya itu saja, pada waktu itu, Djajadi Djaja juga menuduh jika Salim telah melakukan manipulasi kepemilikan saham. Dalam laporan ini, Djajadi Djaja menuntut kepada Salim Group untuk mengganti rugi sebesar Rp620 miliar. Namun sayangnya tuntutan yang dilaporkan itu harus kalah banding di Mahkamah Agung.
Setelah kalah dari tuntutan tersebut, Djajadi Djaja memilih untuk fokus melanjutkan bisnisnya memproduksi mi instan yang telah dirintisnya sejak 1993 di bawah naungan PT Jangkaran Tama. Produk buatannya itu diberi nama “Mie Gaga”.
Hingga 2025 ini, PT Jangkaran Tama telah berhasil menciptakan berbagai merek mi instan lainnya seperti 1000, 100, Mie Telur A1, Otak-Otak, dan Mie Gepeng. Semua produk buatan Djajadi Djaja tidak hanya berhasil dipromosikan di dalam negeri saja melainkan sudah sampai mancanegara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement