Menteri PPPA Sebut Kasus Tawuran Siswa SD di Depok Langgar Prinsip Dasar Perlindungan Anak

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi merespons peristiwa tawuran yang melibatkan siswa sekolah dasar (SD) di kawasan Cilangkap, Kota Depok, pada 10 Mei 2025 kemarin.
Dirinya menyampaikan keprihatinan atas peristiwa tersebut, dan menurutnya merupakan peringatan bagi seluruh pihak untuk memperkuat pengasuhan, pendidikan karakter, dan pengawasan terhadap anak, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Baca Juga: KKP Dukung Desa Kertasana Jadi Pusat Budidaya Ikan Mas Koki
“Kami memandang peristiwa ini sebagai hal yang sangat memprihatinkan dan perlu ditangani secara serius. Seluruh anak Indonesia adalah anak kita yang seharusnya berada dalam lingkungan aman dan mendukung tumbuh kembangnya. Kita semua tentu sepakat bahwa tawuran yang melibatkan anak usia SD merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar perlindungan anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,” ujar Menteri PPPA, dikutip dari siaran pers KemenPPPA, Rabu (14/5).
Menurut Menteri PPPA, penanganan terhadap anak-anak yang terlibat dalam peristiwa tersebut harus mengedepankan pendekatan perlindungan, pembinaan, dan rehabilitasi, bukan tindakan represif.
Hal ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) yang menyebutkan bahwa anak di bawah usia 12 tahun tidak dapat diproses secara pidana.
“Anak-anak yang terlibat perlu mendapatkan pendampingan intensif serta program rehabilitasi psikososial agar tidak mengulangi perilaku serupa. Mereka bukan pelaku kriminal, melainkan korban dari sistem yang belum cukup hadir untuk melindungi mereka,” tutur Menteri PPPA.
Lebih lanjut, Menteri PPPA menggarisbawahi pentingnya peran sekolah dalam menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak. Dalam hal ini, penguatan peran Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan menjadi kunci dalam upaya deteksi dan penanganan dini terhadap potensi kekerasan.
“Pendidikan karakter harus menjadi bagian tak terpisahkan dari proses belajar-mengajar. Anak perlu dibekali keterampilan mengelola emosi, menyelesaikan konflik secara damai, serta menjunjung nilai kemanusiaan dan toleransi,” kata Menteri PPPA.
Selain itu, untuk memperkuat upaya preventif, Menteri PPPA mendorong pengembangan Ruang Bersama Indonesia (RBI) berbasis isu perlindungan anak di tingkat desa/kelurahan sebagai forum kolaboratif lintas sektor, termasuk sekolah, tokoh masyarakat, dan aparat untuk mencegah dan menangani perilaku menyimpang secara terpadu.
Dalam upaya penanganan, Menteri PPPA mendorong penguatan peran Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dalam memberikan layanan rehabilitasi kepada anak-anak yang terlibat dalam kekerasan atau perilaku menyimpang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Advertisement