Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) angkat bicara terkait isu praktik kartel yang mencuat ke ruang publik. Sekretaris Jenderal AFPI periode 2019–2023, Sunu Widyatmoko, menjelaskan bahwa batas bunga maksimum pertama kali diterbitkan dalam Code of Conduct pada 2018. Namun, kebijakan itu telah dicabut dan tidak berlaku lagi.
“Waktu itu, bunga pinjaman daring bisa mencapai di atas 1% per hari, bahkan ada yang dua hingga tiga kali lipat. Batas bunga maksimum justru ditujukan agar platform legal tidak ikut-ikutan mengenakan bunga mencekik. Ini bagian dari perlindungan konsumen,” kata Sunu dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Ia menegaskan bahwa batas bunga maksimum diberlakukan untuk menurunkan tingkat bunga yang saat itu sangat tinggi, sekaligus membedakan layanan pinjaman legal dari praktik pinjol ilegal yang tidak diawasi.
Baca Juga: Masyarakat Doyan Ngutang, Pinjaman di Pinjol Capai Rp80 Triliun
Data Satgas Waspada Investasi (SWI) mencatat bahwa sepanjang 2018 hingga 2021, lebih dari 3.600 pinjol ilegal beroperasi tanpa izin, dan banyak di antaranya mengenakan bunga sangat tinggi tanpa memberikan perlindungan kepada peminjam.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal AFPI saat ini, Ronald Andi Kasim, menambahkan bahwa batas bunga maksimum bukan merupakan harga tetap.
“Kami buat adalah batas atas, bukan harga tetap. Kenyataannya, ada platform yang menetapkan bunga di bawah batas bunga maksimum, seperti 0,6%, 0,5%, bahkan 0,4% per hari,” ujar Ronald.
Ia menekankan bahwa penetapan bunga dilakukan secara individual oleh masing-masing platform. Penetapan itu mempertimbangkan risiko, jenis pinjaman—baik multiguna, produktif, maupun syariah—serta kesepakatan antara pemberi pinjaman (lender) dan peminjam (borrower). Tidak ada penyeragaman harga dalam praktik industri ini.
Baca Juga: BI Proyeksikan The Fed Tak Pangkas Suku Bunga Acuan, Ini Faktornya
Ronald menjelaskan bahwa setelah Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) disahkan dan OJK menerbitkan SEOJK No. 19 Tahun 2023 yang secara eksplisit mengatur bunga pinjaman fintech, AFPI langsung mencabut kebijakan batas bunga maksimum dan menyesuaikan diri sepenuhnya dengan ketentuan regulator.
“Yang kami lakukan adalah bentuk tanggung jawab industri. Kami ingin borrower mendapatkan bunga yang lebih ringan, tanpa menurunkan minat lender yang menyalurkan dana. Karena kalau bunga ditekan terlalu rendah, risiko tidak sebanding, dan lender akan pergi. Justru borrower yang akan kesulitan akses dana,” pungkas Ronald.
AFPI menegaskan komitmennya untuk terus mendukung terbentuknya ekosistem pendanaan digital yang sehat, adil, serta sesuai dengan arah kebijakan OJK. AFPI juga terus berupaya membedakan Pindar—platform pendanaan legal dan transparan—dari pinjol ilegal yang merugikan masyarakat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement