Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Procter & Gamble Akan PHK 7.000 Karyawan, Tarif Trump dan Konsumen Takut Inflasi Jadi Pemicu

Procter & Gamble Akan PHK 7.000 Karyawan, Tarif Trump dan Konsumen Takut Inflasi Jadi Pemicu Kredit Foto: P&G
Warta Ekonomi, Jakarta -

Raksasa barang konsumsi asal Amerika Serikat, Procter & Gamble (P&G), mengumumkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap hingga 7.000 karyawan dalam dua tahun ke depan. 

Keputusan ini merupakan bagian dari restrukturisasi besar-besaran menyusul tekanan biaya akibat tarif perdagangan dan kekhawatiran konsumen terhadap situasi ekonomi global.

Baca Juga: Petronas PHK 5.000 Karyawan, PM Anwar Ibrahim Buka Suara

Pengumuman itu disampaikan langsung oleh Chief Financial Officer P&G, Andre Schulten, dalam konferensi konsumen Deutsche Bank di Paris, Kamis (5/6/2025). Ia menyebutkan bahwa pemangkasan setara dengan sekitar 6% dari total tenaga kerja global P&G dan mencakup sekitar 15% dari karyawan non-manufaktur perusahaan.

“Restrukturisasi ini adalah langkah penting untuk memastikan target jangka panjang perusahaan tetap tercapai. Namun ini tidak serta merta menyelesaikan tantangan ekonomi yang sedang kami hadapi saat ini.” ujar Schulten dilansir dari The Guardian, Sabtu (7/6/2025).

P&G, yang dikenal luas lewat produk Tide, Pampers, dan Gillette, memiliki sekitar 108.000 karyawan di seluruh dunia per Juni 2024. Selain PHK, perusahaan juga akan menghentikan penjualan sejumlah produk di beberapa pasar, meski belum merinci negara atau kategori produknya. Informasi lebih lengkap dijanjikan akan disampaikan pada Juli mendatang.

Seperti banyak perusahaan lain, P&G kini bergulat dengan perubahan perilaku konsumen Amerika yang semakin berhati-hati dalam membelanjakan uangnya. Inflasi yang belum sepenuhnya jinak membuat daya beli melemah. 

Survei sentimen konsumen Universitas Michigan mencatat penurunan lima bulan berturut-turut, dengan skor Mei 2025 turun ke angka 50,8 yang merupakan salah satu yang terendah sepanjang sejarah survei.

Beban lain datang dari kebijakan tarif tinggi yang digaungkan mantan Presiden Donald Trump. Menurut laporan terbaru Kantor Anggaran Kongres (CBO), rencana tarif Trump diproyeksikan menambah utang negara hingga $2,4 triliun dalam sepuluh tahun ke depan, sekaligus memperparah inflasi dan memangkas daya beli rumah tangga.

Dalam laporan bulan April, P&G menyebut bahan baku, kemasan, dan sebagian produk jadi yang diimpor dari Tiongkok menjadi sumber utama tekanan biaya. Perusahaan berencana mengevaluasi kembali rantai pasoknya dan mempertimbangkan efisiensi produksi untuk meredam efek tarif, namun tak menutup kemungkinan kenaikan harga di sejumlah produk.

Asosiasi Industri Konsumen Amerika (Consumer Brands Association) bahkan mengingatkan bahwa tarif baru ini juga menyasar bahan-bahan penting yang tidak tersedia di dalam negeri, seperti bubur kayu untuk tisu toilet dan kayu manis. Artinya, meskipun produk akhirnya dibuat di AS, biaya produksi tetap melonjak karena bahan impor tertekan tarif.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya

Advertisement

Bagikan Artikel: