Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Akademisi soal Koperasi Merah Putih: 'Jangan Sampai Koperasi Hanya Jadi Instrumen Politis dan Proyek Sentralistik Pemerintah Pusat'

Akademisi soal Koperasi Merah Putih: 'Jangan Sampai Koperasi Hanya Jadi Instrumen Politis dan Proyek Sentralistik Pemerintah Pusat' Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Rektor Bidang Pengelolaan Sumber Daya Universitas Paramadina, Dr. Handi Risza Idris, memberikan perspektif kritis terhadap target pembentukan 80.000 KMP.

Menurutnya, koperasi memang merupakan amanat konstitusi, sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 UUD 1945.

Namun, pelaksanaannya harus tetap menjunjung prinsip kemandirian dan asas kekeluargaan, bukan dikendalikan dari atas.

"Jangan sampai koperasi hanya menjadi instrumen politis atau proyek sentralistik pemerintah pusat, seperti yang pernah terjadi pada KUD masa lalu. Terlebih, sumber pendanaan KMP berasal dari dana desa dan APBDes. Jika tidak dikelola dengan prinsip good governance, program ini berpotensi menjadi beban baru, bukan solusi” tegas Handi.

Handi juga menyoroti ketidakhadiran regulasi turunan yang komprehensif sebagai landasan hukum KMP, terutama mengingat dasar hukum yang digunakan adalah Surat Edaran Menteri Koperasi dan UKM No.1 Tahun 2025 yang masih dirasa lemah dari sisi legalitas dan operasionalisasi.

Sementara itu, dosen Universitas Paramadina, Muhammad Iksan memberikan tinjauan dari sisi makroekonomi dan indikator ekonomi nasional.

Ia menyampaikan bahwa pembentukan KMP terjadi di tengah kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian, pertumbuhan PDB melemah, inflasi meningkat, dan nilai tukar rupiah fluktuatif.

"Target 80.000 koperasi memang ambisius. Hingga Juni 2025 sudah ada lebih dari 72.600 koperasi yang terbentuk. Secara legalitas memang lebih baik dari tahun sebelumnya, namun tantangan tetap ada, mulai dari menurunnya koperasi simpan pinjam, lemahnya tata kelola hingga rendahnya inklusi koperasi,” jelas Iksan.

Ia menekankan pentingnya pendekatan bottom-up dalam pembangunan koperasi agar tidak mengulang kegagalan program-program berbasis dana desa sebelumnya.

Menurutnya, lebih baik proses sedikit terlambat tetapi terukur dan akuntabel daripada terburu-buru namun merugikan rakyat.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: