Selain Statistik, Pertumbuhan Manufaktur Tercermin dari Aktivitas di Lapangan
Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Kinerja gemilang sektor industri pada triwulan II-2025 sesuai dengan sejumlah data dan indikator yang valid seperti laporan Indeks Kepercayaan Industri (IKI), Prompt Manufacturing Index-Bank Indonesia (PMI BI), serta capaian investasi dan ekspor sektor industri.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief menanggapi kritik dari ekonom mengenai pertumbuhan industri pada triwulan II tahun 2025 yang dirilis oleh BPS tidak sejalan dengan hasil PMI manufaktur Indonesia yang dilansir oleh S&P Global.
Baca Juga: Kawasan Ekonomi Khusus dan Digitalisasi Kunci Ekonomi 8%
“Bahwa angka pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan industri manufaktur yang dirilis oleh BPS sudah akurat. Hal ini tervalidasi melalui hasil IKI Kemenperin dan PMI BI (Bank Indonesia) yang menyatakan bahwa industri manufaktur selama kuarta II 2025 selalu di atas level 50 atau berada dalam fase ekspansif. Beberapa indikator lainnya, pada belanja modal investasi sektor manufaktur juga naik,” ucap Febri, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Kamis (7/8).
Merujuk data BPS, industri pengolahan nonmigas pada triwulan II tahun 2025 mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,60 persen (year-on-year) atau melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 5,12 persen. Ini menunjukkan ketangguhan sektor industri manufaktur dalam menghadapi tekanan global dan membuktikan peran vitalnya sebagai motor penggerak perekonomian nasional.
Pada periode yang sama, industri pengolahan nonmigas memberikan kontribusi terhadap PDB nasional juga naik dari 16,72 persen pada kuartal II tahun 2024 menjadi 16,92 persen pada kuartal II tahun 2025. “Capaian positif tersebut juga sejalan dengan IKI pada Juli 2025 sebesar 52,89, naik 1,05 poin dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,84, dan lebih tinggi 0,49 poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu,” ujar Febri.
Menurutnya, tren positif ini mencerminkan optimisme dan ketahanan pelaku industri nasional di tengah tekanan global dan pelemahan ekonomi di sejumlah negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan Tiongkok.
Ia menambahkan, geliat pertumbuhan manufaktur tidak hanya tercermin dari angka statistik, tetapi juga dari aktivitas nyata di lapangan. Pada semester I tahun 2025, tercatat sebanyak 1.641 perusahaan telah melaporkan pembangunan fasilitas produksi baru melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) dengan nilai investasi mencapai Rp803,2 triliun.
“Dampak langsung dari ekspansi industri ini adalah penyerapan tenaga kerja baru yang diperkirakan mencapai 303.000 orang. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang disampaikan oleh kementerian lain maupun asosiasi pengusaha,” tegasnya.
Febri menyatakan, Kemenperin berkomitmen untuk terus menjaga momentum pertumbuhan industri pengolahan sebagai fondasi utama pertumbuhan ekonomi nasional dan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas.
“Dengan kebijakan yang kurang mendukung manufaktur saja sudah mencapai pertumbuhan 5,60 persen. Apalagi jika kebijakan yang pro industri diberlakukan, tentu pertumbuhan manufaktur melesat jauh lebih tinggi lagi. Kebijakan pro industri dimaksud adalah kebijakan yang berpihak dan melindungi industri dalam negeri yang sangat penting guna membangkitkan kinerja manufaktur nasional secara berkelanjutan,” ujarnya.
Febri optimistis, pertumbuhan dan kontribusi industri manufaktur masih bisa lebih tinggi lagi jika kebijakan pro-industri diberlakukan. Kebijakan strategis tersebut, antara lain pengendalian impor produk jadi, pengalihan pelabuhan masuk bagi produk jadi impor ke pelabuhan di Indonesia Timur, kemudahan pasokan bahan baku terutama bahan baku gas untuk industri tertentu, dan pengurangan kuota produk industri Kawasan Berikat masuk ke pasar domestik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Advertisement