Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jaga Stabilitas, Bupati Pati Sudewo Dinilai Lebih Baik Mundur Ikuti Tuntutan Rakyat

Jaga Stabilitas, Bupati Pati Sudewo Dinilai Lebih Baik Mundur Ikuti Tuntutan Rakyat Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat politik Muhammad Gumarang menilai langkah yang paling tepat bagi Bupati Pati, Sudewo, adalah mengundurkan diri dari jabatannya menyusul gelombang aksi unjuk rasa besar-besaran di wilayahnya. Menurutnya, sikap legowo akan menunjukkan jiwa kenegarawanan sekaligus meredam eskalasi konflik yang berpotensi meluas.

"Seharusnya Bupati Sudewo bisa belajar dari pengalaman Presiden Soeharto pada 1998. Walaupun memiliki kekuatan politik dan militer, Soeharto memilih mundur demi menghindari pertumpahan darah lebih besar. Itu contoh pemimpin yang arif dan negarawan," ujar Gumarang, Selasa (19/8/2025).

Kritik terhadap Sudewo mencuat setelah kebijakannya menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga 250 persen memicu kemarahan warga. Aksi unjuk rasa ribuan masyarakat di Kabupaten Pati berakhir ricuh dan menelan korban jiwa dua orang. Massa kemudian mendesak Sudewo mundur dan menyampaikan tuntutan tersebut kepada DPRD setempat.

DPRD Pati merespons cepat dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) hak angket guna memproses pemakzulan bupati. Dewan juga menegaskan akan meninjau ulang kebijakan kenaikan PBB yang dinilai memberatkan warga. Respons itu membuat situasi keamanan di Pati sempat berangsur terkendali.

Namun, Sudewo melalui pernyataan medianya menolak desakan mundur. Ia menegaskan bahwa aksi unjuk rasa tidak bisa menjadi dasar untuk memberhentikannya, karena dirinya dipilih secara konstitusional oleh rakyat. Pernyataan ini dinilai sejumlah kalangan sebagai bentuk perlawanan politik yang berpotensi memperkeruh suasana.

"Kalau Sudewo tetap ngotot, ini justru akan memperluas eskalasi unjuk rasa dan memperburuk stabilitas di Pati. Publik menunggu sikap negarawan, bukan manuver politik," kata Gumarang.

Di sisi lain, polemik di Pati juga membuka ruang evaluasi terhadap kebijakan pemerintah pusat. Penurunan dana transfer akibat efisiensi anggaran nasional membuat sejumlah kepala daerah mengambil langkah tidak populer, termasuk menaikkan pajak daerah. Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya memang meminta kepala daerah lebih kreatif menggali sumber pendapatan tanpa sepenuhnya bergantung pada APBN.

Pemerintah pusat diminta lebih peka agar kasus Pati tidak menjadi pemicu gejolak di daerah lain. "Kebijakan ekonomi yang membebani masyarakat kecil harus dikoreksi. Pemerintah pusat perlu melakukan deregulasi dan langkah konkret untuk mencegah munculnya konflik serupa di wilayah lain," pungkas Gumarang.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: