- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Agronomi
IPB Soroti Revisi PP 24/2021, Peringatkan Risiko Konflik Hukum di Kasus Sawit Ilegal
Kredit Foto: Istimewa
Revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang sanksi administrasi pelanggaran kawasan hutan yang diteken Presiden Prabowo Subianto pada 10 September 2025 menuai sorotan dari akademisi. Guru Besar Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Sudarsono Soedomo, menilai langkah pemerintah melalui Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) untuk menagih denda kepada pelaku usaha sawit ilegal berpotensi menimbulkan masalah baru.
Menurut Sudarsono, persoalan utama bukan hanya soal sawit ilegal, melainkan status kawasan hutan itu sendiri. Ia menegaskan banyak kawasan yang diklaim hutan baru sebatas penunjukan, belum melalui empat tahap sesuai Pasal 15 UU No. 41/1999, yaitu penunjukan, penataan batas, pemetaan, dan penetapan.
Baca Juga: Emiten Sawit Ini Siapkan Rp90 Miliar untuk Buyback Saham
“Kalau tanah yang ditanami sawit benar-benar kawasan hutan yang dibentuk sesuai aturan, silakan pemerintah menindak. Tetapi faktanya, sebagian besar belum,” ujarnya, dilansir Selasa (16/9).
Sebelumnya, Ketua Pelaksana Satgas PKH Febrie Adriansyah menyatakan pengusaha sawit maupun tambang ilegal tetap wajib membayar denda administratif, meski lahannya sudah disita negara. Dalam delapan bulan terakhir, Satgas PKH menertibkan sedikitnya 3,3 juta hektar lahan ilegal.
Sudarsono menilai revisi PP 24/2021 tidak otomatis memperbaiki iklim investasi. Selama definisi kawasan hutan masih keliru, kepastian hukum bagi investor tetap kabur. Ia mencontohkan kasus tanah transmigrasi yang sudah bersertifikat hak milik namun kemudian diklaim masuk kawasan hutan, meski Mahkamah Konstitusi lewat Putusan No. 34/2011 sudah membatalkan Pasal 4 UU 41/1999 dalam konteks tersebut.
Ia juga menekankan perlunya pendekatan keadilan untuk petani kecil.
Baca Juga: PalmCo Bangun Pabrik Gas Biometan Pertama dari Limbah Sawit
“Petani mampu bayar sewa Rp500 ribu per hektare per tahun. Bandingkan dengan hutan tanaman industri yang kontribusinya hanya sekitar Rp280 ribu per hektare per tahun. Pilihlah kebijakan yang lebih memakmurkan rakyat,” jelasnya.
Sudarsono memperingatkan bahwa kebijakan denda administratif berisiko menimbulkan konflik hukum, tidak hanya dengan korporasi tetapi juga masyarakat kecil. Ia berharap Presiden Prabowo mengambil langkah tegas untuk menyelesaikan kontroversi kawasan hutan tersebut.
Baca Juga: Potensi Bahan Baku SAF Sawit di Indonesia
Baca Juga: Dukung UMKM Lokal, BPDP Hadir di Muhammadiyah Jogja Expo 2025
“Rakyat sudah terlalu lama menunggu dibebaskan dari jeratan klaim kawasan hutan. Rakyat menunggu pertolongan,” tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Tag Terkait:
Advertisement