Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penindakan Rokok Ilegal Harus Diperkuat, DPR Dorong Moratorium Cukai Rokok 3 Tahun

Penindakan Rokok Ilegal Harus Diperkuat, DPR Dorong Moratorium Cukai Rokok 3 Tahun Kredit Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan pajak pada 2026 dinilai perlu diperluas jangkauannya hingga mencakup cukai hasil tembakau (CHT). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa agar menahan kenaikan tarif CHT dalam tiga tahun mendatang. Langkah ini dinilai penting untuk menjamin keberlanjutan industri hasil tembakau (IHT) yang sedang mengalami tekanan akibat turunnya produksi, sekaligus melindungi lapangan kerja bagi jutaan pekerja dan menekan peredaran rokok ilegal.

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, menekankan bahwa penundaan kenaikan tarif cukai merupakan langkah realistis untuk menjaga daya beli masyarakat dan melindungi jutaan pekerja yang bergantung pada sektor ini.

“Jika harga rokok naik, produksi akan menurun karena daya beli masyarakat menurun. Akibatnya, banyak beredar rokok ilegal yang tidak ada cukainya. Rokok ilegal ini pasarnya cukup besar karena masyarakat ingin merokok dengan harga yang murah,” ujarnya.

Yahya menyebut bahwa saat ini industri tembakau semakin tertekan hingga harus melakukan pengurangan tenaga kerja. “Bahkan ada yang sudah mem-PHK karyawannya, seperti Gudang Garam. Di tengah kelesuan ekonomi dan daya beli masyarakat yang menurun seharusnya cukai rokok tidak perlu naik,” katanya.

Ia menilai bahwa kebijakan moratorium selama tiga tahun ke depan dapat memberi ruang bagi industri untuk bertahan dan beradaptasi. Namun, ia menegaskan bahwa kebijakan ini harus diiringi dengan pengawasan ketat dan penegakan hukum terhadap rokok ilegal.

Baca Juga: Kemenkeu Perketat Pengawasan Rokok Ilegal, Penjual Daring Diancam Ditangkap

“Moratorium cukup efektif untuk menekan rokok ilegal. Tentu harus diikuti oleh pengawasan dan penegakan hukum,” jelasnya.

Yahya juga mengingatkan bahwa CHT menyumbang lebih dari Rp200 triliun untuk pemasukan negara pada 2024, sehingga kebijakan fiskal terkait tembakau harus mempertimbangkan keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlangsungan lapangan kerja.

“Kebijakan tentang tembakau harus seimbang dan proporsional antara kepentingan ekonomi dan ketenagakerjaan. Ada sekitar jutaan orang yang terlibat bekerja di sektor tembakau, mulai petani, buruh, warung, sampai tukang asongan,” tegasnya.

Pengamat ketenagakerjaan, Hadi Subhan, turut menyoroti tekanan ganda yang dihadapi industri tembakau, yakni regulasi yang ketat dan maraknya rokok ilegal. Menurutnya, kondisi ini memperburuk performa industri resmi dan mendorong terjadinya pengurangan tenaga kerja.

“Pabrik rokok banyak yang terdampak rokok ilegal, sehingga yang resmi itu banyak tutup dan hulunya terkena PHK,” ujarnya.

Hadi menilai bahwa di tengah melemahnya indikator ekonomi, pemerintah seharusnya lebih bijak dalam menetapkan kebijakan cukai. “Kalau (cukai rokok) tetap dinaikkan, industri semakin lesu. Mestinya tidak naik dulu,” tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: