Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dirjen Pajak Beberkan Alasan Purbaya Tunda Penerapan Pajak e-Commerce: Tunggu Ekonomi Tumbuh 6%

Dirjen Pajak Beberkan Alasan Purbaya Tunda Penerapan Pajak e-Commerce: Tunggu Ekonomi Tumbuh 6% Kredit Foto: Cita Auliana
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Bimo Wijayanto, menegaskan bahwa pemerintah menunda penerapan pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap sektor e-commerce hingga pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 6 persen.

Bimo mengatakan, hal ini sesuai dengan arahan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang ingin menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.

“Yang bisa saya jawab dulu memang ini ada arahan terbaru dari Pak Menteri yang terkait dengan pajak e-commerce,” kata Bimo dalam Media Briefing di Jakarta, Senin (20/10/2025). 

Bimo menambahkan, penarikan ajak e commerce menggunakan mekanisme self assessment yang mengharuskan Wajib Pajak memiliki tanggung jawab untuk menghitung, melaporkan, dan membayar pajak secara mandiri. 

“Tapi sifat daripada pajak kita itu kan self-assessment ya. Artinya, memang kalau setiap orang yang sudah mempunyai kemampuan ekonomi tertentu gitu ya,” tuturnya. 

Bimo menambahkan, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan omzet tahunan di atas Rp500 juta wajib melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan. 

Sementara itu, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025, platform e-commerce ditunjuk sebagai pihak yang memungut, menyetor, dan melaporkan pajak atas penghasilan pedagang dalam negeri yang bertransaksi secara elektronik.

Namun demikian, Bimo mengatakan meskipun aturan tersebut telah disusun, pelaksanaannya akan ditunda mengikuti perkembangan ekonomi nasional.

“Tapi kalau memang di PMK yang sudah kita desain, ini kan terkait dengan penunjukan platform, platform penyedia marketplace itu untuk memungut pajak dari merchant-merchant yang berpartisipasi di platform. Nah itu yang memang ditunda,” tuturnya. 

Ia juga mengungkapkan bahwa arahan awal dari Menteri Keuangan sebenarnya telah disampaikan sejak Februari 2025, namun keputusan terbaru diambil dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi terkini.

“Terakhir itu memang arahannya ke kami itu di Februari tapi kemudian ada arahan baru dari Pak Menteri untuk menunggu sampai pertumbuhan 6%,” tutupnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: