Kredit Foto: Instagram/PT Freeport Indonesia
Permintaan global terhadap logam strategis kembali memanas. Emas dan tembaga — dua komoditas yang selama ini menjadi barometer stabilitas dan kemajuan industri — kini menempati posisi sentral dalam ekonomi dunia.
Di tengah ketidakpastian geopolitik dan transisi energi yang kian cepat, keduanya tampil sebagai strategic future metals. Emas menjadi aset lindung nilai di tengah pelemahan mata uang dan ketegangan global, sementara tembaga menjadi tulang punggung (backbone) revolusi energi hijau — dari kendaraan listrik, baterai, hingga jaringan transmisi pintar.
Laporan International Energy Agency (IEA) mencatat bahwa permintaan tembaga global akan naik hingga 24 persen pada 2035, didorong oleh elektrifikasi kendaraan dan ekspansi jaringan energi terbarukan.
Baca Juga: Harga Emas Naik Tipis, Permintaan Safe-haven Meningkat
Di sisi lain, World Gold Council (WGC) melaporkan permintaan emas dunia kuartal III-2025 naik 3 persen year-on-year menjadi 1.313 ton — level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena pembelian besar-besaran oleh bank sentral dan investor institusional.
Bagi Indonesia, tren ini bukan sekadar kabar baik, tapi peluang besar untuk memperkuat posisi di rantai pasok global. Terlebih, lewat Holding BUMN Pertambangan MIND ID, Indonesia kini memiliki motor utama pengelolaan logam strategis — dari Freeport Indonesia, ANTAM, hingga proyek hilirisasi baru seperti Smelter Gresik dan Precious Metal Refinery (PMR).
Ali Ahmudi: “Momentum Ini Harus Dimanfaatkan MIND ID”
Pengamat energi Universitas Indonesia, Ali Ahmudi, menilai MIND ID berada di posisi ideal untuk memetik manfaat dari momentum kenaikan permintaan global tersebut.
Baca Juga: Industri Nikel Makin Tangguh, MIND ID Jadi Penopang Utama Hilirisasi Nasional
“Momentum kenaikan permintaan emas dan tembaga secara global harus dimanfaatkan secara optimal oleh MIND ID,” ujarnya. “Kedua logam ini kini menjadi komoditas strategis masa depan: emas sebagai aset lindung nilai, tembaga sebagai backbone transisi energi global," ujarnya pada Warta Ekonomi, Kamis (6/11/2025).
Ali menjelaskan, ada empat langkah strategis yang perlu ditempuh MIND ID:
1. Hilirisasi terpadu melalui proyek Smelter Gresik dan PMR.
2. Penguatan sistem traceability emas domestik.
3. Sertifikasi Good Delivery dari London Bullion Market Association (LBMA).
4. Perluasan basis ekspor logam mulia olahan.
Menurutnya, implementasi strategi ini akan memperkuat kedaulatan mineral nasional. “Lebih dari 60 persen nilai tambah selama ini hilang karena ekspor konsentrat. Dengan hilirisasi, kita bisa menangkap value capture di dalam negeri,” ujarnya.
Baca Juga: MIND ID dan KLH/BPLH Bersinergi Pulihkan Kualitas Sungai Cipinang di Jakarta Timur
Ali menyebut, integrasi MIND ID atas Freeport, ANTAM, Timah, Bukit Asam, dan Inalum telah menandai pergeseran strategis: dari eksportir bahan mentah menuju produsen logam murni. “Dengan Smelter Gresik dan PMR, Indonesia akan mengekspor copper cathode dan bullion, bukan lagi konsentrat mentah,” tegasnya.
Ferdy Hasiman: “Integrasi Smelter Jadi Kunci Kedaulatan Mineral”
Pandangan senada disampaikan pengamat tambang dan energi Ferdy Hasiman. Ia menilai proyek Smelter Gresik dengan kapasitas 1,3 juta ton per tahun menjadi *game changer* bagi industri logam Indonesia.
“Proyek Smelter Gresik ini kesempatan besar bagi MIND ID untuk mendorong kedaulatan mineral. ANTAM selama ini masih banyak mengimpor emas, tapi dengan smelter Freeport di Manyar, pasokan emas nasional akan meningkat,” katanya.
Ferdy menyebut, sekitar 60 persen pasokan emas nasional sudah disiapkan oleh ANTAM, namun sebagian besar produsen emas swasta masih memilih ekspor karena faktor harga.
Baca Juga: AMMAN Peroleh Rekomendasi Ekspor 480.000 Ton Tembaga
“Pemerintah sebaiknya mengatur harga dan kebijakan agar pasokan emas diutamakan untuk kebutuhan dalam negeri. Dengan begitu, ANTAM dan MIND ID bisa lebih mandiri,” ujarnya.
Dari sisi operasional, Freeport menurutnya sudah siap mempercepat perbaikan fasilitas pascainsiden di Grasberg. ANTAM pun dinilai makin efisien karena kini membeli bahan baku di dalam negeri, bukan impor.
“Integrasi rantai nilai emas dan tembaga di bawah MIND ID akan mengubah posisi Indonesia dari eksportir bahan mentah menjadi produsen logam murni. Freeport tidak keberatan terintegrasi dengan ANTAM, malah justru memperkuat sinergi nasional,” kata Ferdy.
Ia menambahkan, kontribusi tembaga terhadap ekosistem mobil listrik mencapai sekitar 8 persen. Karena itu, proyek-proyek MIND ID berperan besar dalam memastikan pasokan bahan logam bagi era industri hijau.
Baca Juga: Investasi Besar, Dampak Sosial Masih Minim: ESG Jadi PR Tambang Nikel Indonesia
“Kalau semuanya berjalan sesuai rencana, MIND ID akan menjadi perusahaan tambang global berkelas dunia. Integrasi inilah yang akan menentukan masa depan kedaulatan mineral Indonesia,” tutupnya.
Menuju Indonesia Emas 2045
Baik Ali maupun Ferdy sepakat bahwa dekade 2025–2035 akan menjadi periode penting. Dengan basis sumber daya alam yang besar, proyek hilirisasi strategis, dan kebijakan industri yang semakin solid, Indonesia berpotensi menjadi regional refining & manufacturing hub untuk tembaga, emas, dan nikel.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait:
Advertisement