Kredit Foto: Uswah Hasanah
Pelaku UMKM kopi di Indonesia dinilai masih menghadapi sejumlah hambatan fundamental mulai dari keterbatasan akses pasar, kemampuan digital yang rendah, hingga pengelolaan bisnis yang belum memadai.
COO PT Sari Coffee Indonesia, Liryawati, menyampaikan bahwa penguatan UMKM kopi menjadi krusial mengingat besarnya potensi rantai nilai kopi Indonesia.
Ia menilai ekosistem kopi nasional hanya akan maju bila pelaku usaha kecil mempunyai kapasitas yang setara dengan permintaan pasar.
“Kopi adalah budaya sekaligus masa depan industri. Agar UMKM bisa tumbuh, mereka harus punya kualitas, kemampuan bisnis, dan hubungan baik dengan pelanggan,” kata Liryawati dalam peluncuran Program KRING — Kelas UMKM: Growing and Upscaling di Jakarta Creative Hub, Senin (24/11/2025).
Baca Juga: Kemendag Dongkrak Konsumsi Kopi Indonesia di Korea Selatan
Ia menambahkan, kopi harus dipandang sebagai sektor yang dapat menciptakan nilai ekonomi, bukan sekadar produk konsumsi.
Menurutnya, tantangan utama UMKM kopi saat ini adalah minimnya pengetahuan standar produksi, lemahnya kemampuan hospitality, serta kurangnya konsistensi dalam kualitas seduhan.
Liryawati menegaskan bahwa pelatihan dan pendampingan jangka panjang krusial untuk memastikan praktik bisnis yang berkelanjutan.
“Kami ingin UMKM kopi naik kelas melalui kualitas, keberlanjutan, dan kemitraan. Kalau mereka berkembang, industri kopi Indonesia akan berkembang bersama,” ucapnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Inotek, Ivi Anggraeni, menjelaskan bahwa Program KRING dirancang untuk menjawab kesenjangan kompetensi pelaku UMKM. Model pendampingan disusun melalui pelatihan, coaching, hingga evaluasi berkelanjutan selama 20 bulan.
“Mindset menjadi hambatan terbesar. Banyak UMKM belum memandang diri sebagai entrepreneur,” ujar Ivi. Karena itu, seleksi peserta dilakukan ketat berdasarkan komitmen dan kesiapan untuk berubah.
Ivi pun mengidentifikasi sejumlah persoalan utama UMKM kopi, meliputi literasi digital rendah, termasuk penggunaan WhatsApp Business, Google Maps, SEO, dan pemasaran daring.
Kedua yakni masalah pembukuan tidak tertata, sehingga pelaku usaha sulit mengetahui pendapatan bersih dan kelayakan usahanya.
Ketiga, kualitas produk tidak konsisten, mulai dari penyajian hingga standar kebersihan. Disusul minimnya kemampuan pelayanan pelanggan (hospitality).
Terakhir adalah kesulitan mengakses pasar, terutama di ekosistem digital.
“Indonesia memiliki potensi besar, tapi baru 38% UMKM kopi yang memiliki pemahaman dasar pengelolaan usaha,” kata Ivi.
Baca Juga: Roemah Koffie Luncurkan Kopi Anak Daro, Angkat Filosofi Adat Minang di Jakarta Coffee Week 2025
Ivi menambahkan bahwa program ini juga menekankan peningkatan kualitas produk, konsultasi usaha, hingga monitoring dan evaluasi berkala untuk memastikan peserta menerapkan ilmu yang diberikan.
Lebih lanjut, Liryawati menilai bahwa keberhasilan UMKM kopi memiliki peran penting dalam memperkuat ekosistem hulu-hilir industri kopi nasional.
Dia menyebut bahwa peningkatan kompetensi pelaku usaha dapat meningkatkan nilai tambah produk kopi Indonesia di pasar global.
“Kami ingin budaya kopi Indonesia menjadi kebanggaan nasional dan internasional. UMKM adalah tulang punggungnya,” jelasnya.
Program KRING diharapkan menjadi model pendampingan berkelanjutan yang dapat diperluas ke sektor lain dan menjadi bagian dari dorongan digitalisasi ekonomi Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement