Kinerja Wali Kota Bandung Dinilai On the Track, Namun Kolaborasi Kampus–Pemkot Masih Jadi PR Besar
Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Menjelang tutup tahun 2025, evaluasi kinerja kepala daerah kembali mengemuka. Di Kota Bandung, sembilan bulan pertama kepemimpinan Wali Kota M. Farhan dinilai masih berada di jalur yang benar, namun menyisakan pekerjaan rumah penting: membangun keterhubungan teknis antara kebijakan pemerintah kota dan pengetahuan akademik di kampus.
Catatan kritis itu mengemuka dalam forum diskusi yang diinisiasi Indonesian Politics & Research Consulting (IPRC), Senin (15/12/2025).
Forum ini dinilai mengisi ruang kosong yang selama ini jarang disentuh—yakni minimnya keterlibatan kampus dalam operasional kebijakan di lapangan.
Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (UNPAD) Prof. Muradi menilai, selama ini kampus memiliki dewan profesor dan guru besar, namun belum terhubung secara nyata dengan kebutuhan teknis pemerintah daerah. Akibatnya, gagasan akademik kerap berhenti di level wacana, tanpa benar-benar menjadi solusi konkret bagi persoalan kota.
“Forum ini mencoba menjembatani itu. Jadi tidak hanya di menara atas, tapi juga di level bawah. Respons yang muncul relatif teknis, mengaitkan kebijakan, teori, dan aplikasi di lapangan,” ujarnya.
Dalam konteks evaluasi akhir tahun, ia menilai kepemimpinan Wali Kota Bandung masih terlalu dini untuk dinilai secara utuh. Namun, secara umum arah kebijakan disebut masih “on the track”. Tantangannya, bagaimana pemerintah kota mampu “menyambut bola” dari kampus agar kolaborasi tidak berhenti pada diskusi semata.
Ia menekankan tiga catatan penting bagi Pemkot Bandung. Pertama, kejelasan program prioritas agar fokus pembangunan tidak terpecah. Kedua, penguatan koordinasi internal, mulai dari wali kota, sekretaris daerah, hingga dinas-dinas teknis, supaya program unggulan benar-benar terelaborasi. Ketiga, dan yang paling krusial, membuka ruang kolaborasi yang lebih teknis dengan kampus.
“Bandung ini butuh forum besar profesor yang bisa mengelaborasi kepentingan kota secara konkret. Selama ini banyak jalan sendiri-sendiri. Linkage dengan Pemkot itu yang harus dibangun, bukan hanya teori,” tegasnya.
Menanggapi isu bahwa Kota Bandung dinilai “pincang”, ia menepis anggapan tersebut. Menurutnya, kepala daerah bekerja secara kolektif dalam satu paket kebijakan. Selama koordinasi diperkuat dan peran sekda serta dinas berjalan efektif, pemerintahan tetap bisa berjalan meski menghadapi berbagai persoalan.
Sementara itu, Wali Kota Bandung M. Farhan mengakui justru menunggu masukan kritis dari kalangan akademisi. Ia menyebut, rutinitas pemerintahan kerap membuat hal-hal esensial dan substansial terlewat karena tertutup oleh kepentingan dan subjektivitas.
“Kita butuh pandangan yang lebih objektif, lebih clear. Forum guru besar ini penting, bukan sekadar wacana, tapi bentuk kerja sama yang bisa diuji bersama,” kata Farhan.
Secara kelembagaan, Pemkot Bandung telah memiliki kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi. Namun, Farhan menilai perlu ada figur-figur akademisi yang benar-benar menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan.
Ia pun menegaskan tidak alergi terhadap kritik. “Selama masih dikritik, artinya masih disayang. Kalau sudah tidak dikritik, itu bahaya,” ujarnya.
Catatan akhir tahun ini menunjukkan, kinerja Wali Kota Bandung belum sepenuhnya menuai rapor merah, namun juga belum hijau sepenuhnya. Kolaborasi teknis antara kampus dan Pemkot menjadi kunci apakah Bandung mampu melompat dari sekadar wacana kebijakan menuju solusi nyata bagi warganya di tahun-tahun mendatang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement