Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ekonom: Ambang Batas Kenaikan BBM Rp 1.000-Rp 1.500 Per Liter

Warta Ekonomi -

WE Online, Kupang - Ekonom dari Universitas Katolik Widaya Mandira Kupang Thomas Ola Langoday mengatakan apabila Presiden terpilih Joko Widodo harus menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi maka ambang batas yang ideal berkisar antara Rp 1.000-Rp 1.500 per liter.

"Ini ambang batas yang ideal jika presiden langsung menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada awal pemerintahannya sehingga dapat diterima masyarakat umum, terutama mereka yang tak memiliki daya beli atau miskin," katanya di Kupang, Jumat (10/10/2014).

Dalam konteks NTT yang sudah tergolong miskin (urutan 32 dari 33 provisi di Idonesia) kata Langoday akan lebih merasakan dampak kenaikan BBM melebihi ambang batas maksimal karena lonjakan harga kebutuhan pokok termasuk tarif jauh maupun dekat transportasi untuk memperlancar aktivitas akan naik.

"Saat ini di Nusa Tenggara Timur masih terjadi keresahan di kalangan pengusaha kecil dan menengah karena langkanya BBM jenis solar sejak adanya kebijakan pembatasan penggunaan dan konsumsi oleh pemerintah," katanya.

Hanya saja, katanya, pembatasan BBM jenis solar oleh pemerintah belum diimbangi dengan peningkatan pendapatan masyarakat miskin sehingga wajar saja menimbulkan keresahan.

"Kalau pembatasan atau sebut saja kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) harus diimbangi dengan peningkatan pendapatan masyarakat miskin maka setiap kenaikan harga sebesar Rp 1.000 pemerintah harus memberikan penguatan pendapatan sekitar Rp 250.000," katanya.

Ia mengatakan apabila tidak ada kebijakan perimbangan pendapat bagi penduduk miskin maka secara tidak langsung pemerintah bisa saja semakin memiskinkan mereka dan jumlahnya tentu lebih banyak lagi. Kebijakan imbangan untuk memperkuat pendapatan semisal Rp 250 ribu mungkin bisa layak untuk membantu mereka hidup.

"Jadi, jika pemerintah menaikkan atau membatasi harga BBM Rp 1.000, pemerintah harus memberikan penguatan pendapatan sebesar Rp 250.000, begitu seterusnya," katanya.

Dekan Fakultas Ekonomi Unika Widaya Mandira Kupang itu menyebut yang layak mendapatkan penguatan pendapatan tersebut adalah golongan masyarakat petani miskin yang terdaftar di Jamkesmas. Ia mengatakan kebijakan pembatasan BBM jenis solar itu juga dipandang masih mengambang dan terkesan tidak efektif karena telah menimbulkan kerisauan banyak kalangan terutama kalangan industri dan jasa angkutan atau operasional yang menggunakan solar.

Apalagi, katanya, kebijakan pembatasan solar tidaklah efektif karena tidak diterapkan secara merata, namun dampaknya dirasakan seluruh warga. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: