Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Komunitas Harus Berani Buka Jalan Baru Kewirausahaan Lingkungan

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Para pelaku kewirausahaan komunitas peduli lingkungan ditantang untuk bisa membuka jalan baru kewirausahaan lingkungan kepada pemerintah dan industri besar untuk menunjukkan bahwa gerakan sosial dan usaha bisnis bisa dilakukan sejalan dengan usaha lingkungan. Apalagi, para wirausahawan komunitas peduli lingkungan ini telah menunjukkan eksistensi dan juga manfaat ekonomi yang signifikan bagi mereka dan lingkungan yang lebih baik.

"Mereka memang diharapkan bisa menciptakan insentif komunitas lokal untuk memelihara lingkungan, memahami di sekitar kita ada yang bernilai untuk usaha memberikan alternatif usaha. Tiga hal ini yang membuat mereka mampu melihat ancaman dan kerusakan yang harus segera diperbaiki. Jadi, sesungguhnya mereka punya modal untuk melampauinya. Tidak lagi mengeluh berharap pemerintah melakukan sesuatu dan perusahaan berhenti berbisnis. Mereka justru harus bisa menunjukkan. Begini loh, caranya melakukan perbaikan bagi lingkungan kita dan itu ternyata ada manfaat bisnis yang baik," jelas Panca Pramudya dari Inrise, sebuah lembaga riset usaha komunitas dari Jakarta.

Sementara itu, Presiden FFTI Agung Alit mengingatkan pelaku kewirausahaan komunitas dari SGP (small grand programme)- penyelenggara Teras Mitra III- untuk menegakkan praktik fair trade (keadilan perdagangan) dengan prinsip utama menghormati hak produsen, apakah itu pengrajin, petani, buruh, peternak, nelayan, dan sebagainya, melalui pembayaran yang layak, cepat, tepat, sebagai bentuk solidaritas ekonomi, yang lahir dari kesadaran untuk memajukan usaha dengan cara yang baik.

"Fair trade sebagai gerakan. Jika ada yang tertarik untuk bergabung dalam fair trade maka dia harus punya laporan finansial tersendiri. Para pengrajin, misalnya, bisa memberikan skor prinsip fair trade-nya," jelas Alit yang juga pengurus Mitra Bali, Ubud.

Alit kemudian menjelaskan Mitra Bali yang berdiri sejak 1993 sudah sangat jelas dalam menyikapi praktik industri pariwisata Bali yang sungguh sangat tidak mempunyai keadilan perdagangan bagi masyarakat Bali sendiri.

"Bayangkan saja, turisnya Jepang, travel agennya Jepang, yang punya hotel Jepang juga, yang tinggal Jepang, yang masak Jepang, swalayannya di Bali juga Jepang dengan material bahan makanan dari Jepang semua. Kalau dia sakit masuk ke klinik Jepang, sekolahnya Jepang. Ini bukan soal kita anti-orang Jepang. Praktiknya yang tidak fair ini yang harus disikapi bersama," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: