Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ekonomi 2014 Melambat, Sanggupkah Lepas Landas? (Bagian I)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Perekonomian nasional terlihat lesu sepanjang tahun 2014, karena berdasarkan catatan Badan Pusat Statisitik (BPS), secara akumulatif hingga triwulan III hanya mampu tumbuh sebesar 5,1 persen atau jauh dari perkiraan semula 5,5 persen-6,0 persen.

Perlemahan ini sudah diduga sebelumnya karena perekonomian domestik sedang mengalami berbagai tekanan dari internal maupun global, meskipun angka pertumbuhan ekonomi 5,1 persen merupakan salah satu yang terbaik diantara negara berkembang ekonomi lainnya.

Konsumsi rumah tangga masih dominan menjadi penyumbang kontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, namun kinerja sektor investasi maupun ekspor tidak sesuai proyeksi awal karena mengalami penurunan, akibat terpengaruh kondisi global.

Penyebab eksternal yang menekan perekonomian Indonesia, antara lain pemulihan ekonomi global yang sedikit melambat dari perkiraan, serta kekhawatiran para pelaku pasar finansial atas rencana penarikan stimulus moneter oleh The Fed (Bank Sentral AS).

Sedangkan masalah internal yang mengganggu fundamental ekonomi adalah tingginya defisit neraca transaksi berjalan yang salah satunya diakibatkan oleh impor migas, serta ancaman pelebaran defisit anggaran akibat inefisiensi pemanfaatan belanja subsidi.

Pemerintahan sebelumnya telah mengantisipasi berbagai risiko tersebut dengan menerbitkan berbagai paket kebijakan ekonomi mulai pertengahan 2013, bahkan menyesuaikan harga BBM bersubsidi agar kondisi fiskal tetap terjaga.

Menteri Keuangan periode Mei 2013-Oktober 2014 Chatib Basri mengatakan pemerintah menerbitkan paket kebijakan itu sebagai respons atas perkembangan ekonomi terkini dan untuk menenangkan pelaku pasar keuangan.

"Kalau pengaruh eksternal kita tidak bisa kontrol, tapi kalau ada kelemahan domestik kita benahi, agar investor melihat pemerintah 'aware' dan serius, dan mereka tidak panik," ujarnya tidak lama setelah paket diterbitkan.

Chatib menjelaskan paket kebijakan tersebut bermanfaat untuk menekan defisit transaksi berjalan, yang menyebabkan pelemahan rupiah serta anjloknya IHSG, dan agar pertumbuhan ekonomi tetap berkesinambungan.

Namun, ia mengingatkan masa konsolidasi tersebut bisa menyebabkan perlambatan ekonomi pada 2014, dan ekonomi baru bisa tumbuh lagi setelah pemerintah melakukan perbaikan serta pembenahan terhadap beberapa masalah struktural.

Presiden Joko Widodo yang dilantik pada 20 Oktober 2014, juga langsung melakukan berbagai pembenahan dalam bidang ekonomi, salah satunya dengan menjaga ketahanan fiskal, melalui pengalihan subsidi dari yang konsumtif untuk kegiatan yang lebih produktif.

Sebelumnya, pada masa kampanye menjelang pemilihan umum, mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun menjanjikan perekonomian Indonesia bisa tumbuh tinggi hingga mencapai tujuh persen, dalam beberapa tahun mendatang.

Proses pencapaian target kabinet kerja tersebut bisa dimulai tahun depan, karena pemerintah mengisyaratkan tidak akan mengubah asumsi pertumbuhan ekonomi dan tetap mempertahankan angka 5,8 persen dalam RAPBN-Perubahan 2015.

Pemerintah mengharapkan pengalihan subsidi energi untuk kegiatan yang lebih produktif, bisa mendorong pembangunan melalui berbagai pembenahan sarana infastruktur dasar, sehingga ekonomi bisa mulai tumbuh cepat tahun 2015.

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8 persen pada APBN 2015 masih bisa tercapai, apabila sejumlah rencana pembangunan sarana infrastruktur dapat terlaksana dengan baik.

"Kita bisa mencapai target 5,8 persen, kalau realokasi subsidi dilakukan secara benar," kata Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ini.

Bambang mengatakan penyesuaian harga BBM yang dilakukan pemerintah, telah memberikan ruang fiskal pada kisaran Rp110 triliun-Rp140 triliun, yang bisa dimanfaatkan untuk membangun sarana infrastruktur dasar maupun program perlindungan sosial lainnya.

Selain itu, pemanfaatan belanja yang lebih efektif dan tepat sasaran tersebut, akan didukung oleh pelayanan birokrasi dan proses perijinan yang memadai, agar sektor investasi ikut memberikan kontribusi maksimal dalam pertumbuhan ekonomi.

"Karena kita melakukan realokasi yang lumayan, apalagi ke infrastruktur dan dibantu investasi, maka kemungkinan 5,8 persen itu bisa tercapai," jelas mantan Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal ini.

Berbagai proyeksi Laporan triwulan Bank Dunia yang dirilis pada Juli 2014 memberikan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 5,2 persen, atau turun dari perkiraan dalam laporan triwulan sebelumnya 5,3 persen, karena pengaruh harga komoditas internasional akan menghambat pertumbuhan. (Ant/Satyagraha) BERSAMBUNG

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: