Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengamat: Kemenkumham Intervensi Golkar

Warta Ekonomi -

WE Online, Kupang - Pengamat politik Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Acry Deodatus mengatakan langkah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia membentuk tim khusus untuk mempelajari berkas-berkas Partai Golkar merupakan bentuk intervensi pemerintah terhadap masalah internal Parpol.

"Ini sepertinya gaya pemerintahan Orde Baru yang cenderung otoriter mengendalikan Partai Poltik kembali dihidupkan lagi pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla yang dimotori PDI Perjuangan yang terkenal anti Orba saat itu," katanya di Kupang, Sabtu (13/12/2014).

Dosen Ilmu Politik FISIP Undana Kupang itu mengatakan di era reformasi saat ini pemerintah tidak berwenang memutus konflik partai politik. Konflik di partai politik harus diselesaikan sendiri di internal partai. Sehingga kalau pemerintahan Jokowi-JK mulai mengatur konflik Parpol maka tidak salah kalau gaya kepemimpinan Orde Baru dihidupkan lagi.

Menurut dia, Tabu-nya pemerintahan melakukan intervensi terhadap persoalan internal partai politik diatur Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Terhadap Undang-Undang Nomor 8 tentang Partai Politik, konflik di partai politik harus diselesaikan di internal partai melalui mekanisme mahkamah partai.

Karena itu, kata Deodatus, Kemenkumham yang merupakan perpanjangan tangan dari Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kala diminta untuk tidak gampang mengeluarkan kebijakan yang sifatnya tidak netral.

"Harusnya Pemerintah dalam menyikapi konflik partai politik tidak boleh memosisikan diri sebagai pengadilan. Bahkan sistem peradilan di Indonesia pun tidak ada mekanisme untuk menyelesaikan konflik partai. Harus diselesaikan di internal. Jadi Kemenkumham, jagan sampai euforia atau berlebihan diawal kepemimpinannya," katanya.

Menurut Acri Deodatus, pernyataan Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia Said Salahuddin mengingatakan pemerintah untuk tidak mencampuri urusan partai politik, termasuk menentukan keabsahan pengurus membenarkan argumen dan opini yang berkembang bahwa intervensi pemerintah terhadap Parpol seperti jaman Orde Baru.

"Mungkin kita perlu pikirkan untuk tidak lagi memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk mengesahkan kepengurusan parpol, karena bisa disalahgunakan," kata Said saat menjadi pembicara seminar dalam Mukernas PPP di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, keterlibatan pemerintah dalam urusan internal parpol bisa mengancam demokrasi, karena memungkinkan pemerintah mengontrol parpol. "Partai politik seharusnya menjadi lembaga yang mandiri dan punya kedaulatan. Steril dari pengaruh pemerintah," katanya.

Bahkan dalam hal terjadi konflik di internal parpol, kata Said, sangat mungkin pemerintah akan berpihak kepada kubu yang pro kepada pemerintah. "Yang kritis terhadap pemerintah tidak akan disahkan, begitu sebaliknya," kata dia.

Padahal, kata Said, adalah hak parpol untuk memilih bergabung dengan pemerintah atau beroposisi. Oleh karena itu, kata Said, pihak yang paling berhak menyelesaikan konflik di internal parpol adalah pengurus parpol itu sendiri, bukan pemerintah.

Jadi menurut Acri Deodatus, solusi yang mestinya ditawarkan pemerintah adalah Islah antara dua kubu yang tengah berkonflik merujuk pada mekanisme internal organisasi Partai Politik yang ada.

BUkannya, kata Deodatus membentuk tim untuk melakukan investigasi yang sudah diketahui bahwa tidak akan berhasil, dan jutru semakin memperpanjang konflik dalam internal Parpol seperti Golkar.

"Ini (islah) yang harusnya ditawarkan pemerintah bukannya menyuruh para pihak yang berkonflik memasukan berkas dan dokumen untuk diteliti dan ditelusuri untuk kemudian diputuskan dan ditetapkan. Memangnya Pemerintah itu Pengadilan atau pelindung, pembina dan penyagom," katanya.

Dan menurut dia, apapun keputusan pemerintah setelah tim melaksanakan tugas penelitian terhadap dokumen dua kubu, pada saja menuai gugatan ke PTUN, seperti yang dilakukan PPP dan PTUN justru mengabaikan penetapan pemerintah yang mengakomodir Muktamar versi Surabaya dan mengakui PPP Djan Faridzs.

Seperti itu juga akan dilakukan terhadap Partai Golkar, karena banyak pihak lebih meyakini bahwa MUnas Golkar di Bali awal November itu lebih sah, ketimbang Munas versi Ancol itu yang tidak legitimate. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Advertisement

Bagikan Artikel: