Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Politik di Tahun Kambing Kayu (Bagian II)

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Hasil survei Cyrus Network yang diumumkan akhir Desember menyebutkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla memiliki dukungan politik paling lemah dari parlemen namun dukungan dari publik masih kuat.

"Dukungan parlemen hanya partai koalisi minoritas. Presiden Jokowi juga tidak punya kontrol efektif terhadap satupun partai," kata CEO Cyrus Network Hasan Nasbi.

Meskipun Jokowi diusung oleh PDI Perjuangan, namun Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri adalah pemegang mandat tertinggi di tubuh partai berlambang banteng itu. Begitu pun Jusuf Kalla juga tidak punya kontrol efektif terhadap partai manapun. "Jadi ini posisi politik paling lemah," kata Hasan.

Oleh karena itu pemerintahan Jokowi-Kalla harus tetap berhati-hati terlebih sebagian anggota parlemen sangat kritis dalam menanggapi kebijakan pemerintah.

Fraksi Partai Golkar DPR RI mengingatkan pemerintah untuk membangun hubungan yang baik dengan DPR agar stabilitas pemerintahan di tahun 2015 berjalan baik.

"Mulus atau tidak mulusnya realisasi program-program pembangunan itu sangat bergantung pada setinggi apakah derajat harmoni pemerintah dan DPR," kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR RI Bambang Soesatyo.

Bagi Fraksi Golkar, sangat penting bagi Presiden Joko Widodo untuk menunjukkan respek kepada DPR agar ambisi tersebut tidak kandas di tengah jalan. Sebagai pemimpin, Presiden Jokowi harus tulus mewujudkan harmoni dan kemitraan dengan DPR. "Demi lancarnya roda pemerintahan, Jokowi harus mau mengambil inisiatif melakukan komunikasi yang intens dengan DPR agar semua hambatan bisa dicarikan jalan keluarnya," ujarnya.

Selain itu, Jokowi harus membatasi segala bentuk politik balas budi kepada para sponsor serta pendukung saat Pemilu Presiden yang dapat merugikan rakyat, termasuk bagi-bagi jabatan di dalam istana maupun di luar istana seperti komisaris dan direksi BUMN. Jokowi harus bisa menahan diri tidak menggunakan kewenangan dan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan.

"Hentikan segala bentuk intervensi dan campur tangan ke partai politik lawan," katanya menambahkan. Apabila hal-hal tersebut tidak diperhatikan maka bisa menjadi blunder politik yang membahayakan bagi kelangsungan pemerintahan.

Bambang mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah seperti pelanggaran atas UU APBN terkait penggunaan dan pemanfaatan dana penghematan BBM dan menjual BBM di atas harga keekonomian.

Mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie mengingatkan partai-partai politik yang tergabung dalam KMP untuk tetap fokus dan terus membela rakyat. Salah satu yang perlu disoroti adalah harga BBM dunia yang terus menurun, sementara harga BBM di dalam negeri belum ditinjau ulang untuk menyesuaikan tren harga BBM internasional.

Marzuki mengusulkan harga BBM di Indonesia baik yang nonsubsidi ataupun yang subsidi diturunkan meskipun pemerintah menurunkan harga BBM bersubsidi jenis premium menjadi Rp7.600 per liter per 1 Januari 2015 dari harga yang dinaikkan pemerintah menjadi Rp8.500 per liter sejak 18 November 2014 dan solar menjadi Rp7.250 per liter dari harga yang dinaikkan pemerintah menjadi Rp7.500 per liter sejak 18 November 2014.

"Melihat harga minyak dunia saat ini seharusnya harga harga BBM bersubsidi maupun non subsidi sudah turun dari harga pasar di Indonesia," katanya.

Pengamat politik dari Fisip Universitas Diponegoro Semarang Budi Setiyono menegaskan keberadaan KMP sebagai penyeimbang kekuatan pemerintahan penting dan harus ada. Penasihat politik tokoh oposisi Myanmar Aung San Suu Kyi itu, yang paling penting adalah tetap adanya kelompok parpol yang mengontrol pemerintahan dalam menjalankan kebijakan-kebijakannya. Berapa pun jumlah parpolnya. Bahkan, apapun namanya.

Tanpa adanya kontrol dari kelompok "oposisi" terhadap pemerintah maka pemerintahan akan cenderung menjadi tiran yang jelas merugikan rakyat. Kekuatan oposisi harus tetap fokus berjuang untuk rakyat dalam mengontrol kebijakan-kebijakan pemerintah dan tidak sekadar menjalankan peran oposisi secara "lip service".

Oposisi akan mendapatkan simpati publik jika tetap fokus dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dan hasilnya akan terlihat pada perolehan suara pemilihan umum berikutnya. Reward dan punishment terlihat pada pemilu. Parpol yang dinilai baik oleh masyarakat bakal mendapatkan dukungan sedangkan parpol yang jelek, tidak konsisten, bakal ditinggalkan.

Apapun dinamika politik pada 2015, momentum HUT ke-70 Republik Indonesia pada tahun mendatang semestinya memperkuat ketahanan nasional sebagai sesama satu bangsa, apalagi Pasar Bebas ASEAN mulai berlaku pada akhir 2015 yang menuntut langkah bersama menghadapi persaingan di kawasan regional Asia Tenggara.(Ant/Budi Setiawanto) SELESAI

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Sucipto

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: