Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Soal Ijazah Palsu, PKS: Pemerintah Harus Turun Tangan

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Wakil Ketua Komisi X DPR Sohibul Iman menyarankan dua pendekatan yang harus dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan masalah ijazah palsu. Pertama, pendekatan secara struktural dan kedua secara kultural. Hal itu disampaikan Sohibul Iman usai menjadi narasumber diskusi dengan wartawan yang bertajuk Polemik Ijazah Palsu di Ruangan Pers DPR RI, Jakarta, Kamis (28/5/2015).

Sohibul Iman menjelaskan bahwa secara struktural dengan menegakkan aturan yang ada. Pertama, lanjut Sohibul Iman, di UU Nomor 20 Tahun 2003 terkait sisdiknas dan kedua UU Nomor 12 Tahun 2012 terkait perguruan tinggi.

"Nah, ini tolong ditegakkan oleh pemerintah dengan seketat-ketatnya dan setegas-tegasnya tanpa pandang bulu. Dengan itu diharapkan ada efek kapok," tegasnya.

Kedua, lanjut legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat 11 ini, dalam jangka panjang, yaitu pendekatan secara kultural. Menurutnya, masyarakat memiliki suatu budaya yang setidaknya ada dua kultur negatif yang mempengaruhi munculnya kasus ijazah palsu.

Pertama, kultur yang menganggap gelar ijazah sebagai sesuatu yang berstatus sosial. Padahal, itu adalah sebuah label administratif atas sebuah pencapaian. Kedua, budaya menerabas atau instan sehingga muncul upaya-upaya membeli ijazah.

"Dua kultur ini harus kita ubah sehingga mudah-mudahan pendekatan strukturalnya tegas, kulturalnya juga jalan dalam mengubah persepsi publik. Ke depan, saya yakin itu tidak terulang karena di negara-negara maju yang dua hal ini jalan itu tidak banyak terjadi," ujar mantan Wakil Ketua DPR RI ini.

Lebih lanjut, Sohibul Iman mengemukakan ada tiga jenis yang dikategorikan ijazah palsu. Pertama adalah ijazah yang benar-benar palsu dengan memalsukan stempel, tanda tangan, dan sebagainya. Kedua adalah ijazah yang dikeluarkan oleh lembaga yang belum terakreditasi. Ketiga adalah lembaga terakreditasi, namun tidak ada perkuliahan.

"Pemerintah harus benar-benar ketika memberi izin akreditasi kepada sebuah lembaga, dilihat serius, jangan perkuliahannya tidak benar, tapi diberi akreditasi. Dan bagi mereka yang sudah benar-benar menjalankan perkuliahan dengan baik, rasio dosen juga bagus, yang seperti ini dipermudah untuk mendapatkan akreditasi. Dengan cara itu, saya kira penyimpangan-penyimpangan itu akan terkurangi," imbuhnya.

Terkait rencana Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) M Nasir yang akan melakukan penghapusan skripsi bagi sarjana strata 1 (S1), ia mengatakan bahwa hal tersebut terlalu terburu-buru. Menurutnya, jika ada sebuah permasalahan dalam sistem maka jangan sistemnya yang dihancurkan melainkan masalahnya yang diselesaikan.

"Ini kebiasan yang tidak bagus. Sebuah sistem yang demikian besar karena ada masalah sedikit kemudian dihancurkan. Itu tidak bagus. Kita perbaiki bersama," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: