Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Arah Kebijakan Moratorium Izin Usaha Kapal Menteri Susi Enggak Jelas!

Warta Ekonomi -

Jakarta - Kebijakan moratorium perizinan usaha perikanan tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia yang telah resmi diberlakukan sejak 3 November 2014 hingga 31 Oktober 2015 saat ini mulai menuai penentangan dan kritikan dari sejumlah. Sebagaimana diketahui, dalam perjanjian itu menyebutkan moratorium berlaku untuk kapal yang pembuatannya dilakukan di luar negeri dengan kapasitas diatas 30 GT. 

Salah satu yang melontarkan kritikan tersebut yakni pengamat Ekonomi Politik, Ichsanudin Noorsy. Ia menilai berkat Permen itu Menteri Susi saat ini sedang memberikan keleluasaan kepada oknum tertentu untuk bermain.

"Saya sudah melihat persoalan ini, siapa memainkan apa, dengan kapasitas berapa dan didukung oleh siapa. Yang dimaksud siapa memainkan apa, kata dia, perusahaan itu memainkan kapasitas kapal yang besar tersebut untuk latar belakang apa. "Yang dipertanyakan adalah kapal yang ditarget oleh moratorium ini berhadapan dengan siapa pesaingnya, dan beroperasi di wilayah mana dan apa saja kontribusi kepada negara," ujarnya di Jakarta, Jumat (4/9/2015).

Ichsan mengatakan, jika targetnya kapal eks asing 30 GT, patut dipertanyakan pula apakah perusahaan tersebut terbukti menyingkirkan perusahaan domestik.

"Ya, seperti contoh perusahaan migas asing yang sudah menyingkirkan perusahaan domestik. Menteri Susi harus bisa menjawab hal ini semua. Saya memprediksi ada beberapa kemungkinan alasan kehadiran moratorium tersebut yaitu memenangkan perusahaan domestik yang sempat dikalahkan asing, lalu ada psywar atau perang psikologi seperti kapal-kapal yang sudah ditangkap lalu dibakar. Ketiga, perlu dilihat dari wilayah operasi tangkap, ikan yang ada di wilayah tengah dan timur itu kaya luar biasa. Lalu untuk wilayah barat dari pantai selatan mulai dari Aceh sampai Banyuwangi. Artinya, pemetaan wilayah tangkap itu diikuti siapa pemain dominannya, pelaku dominan, diikuti siapa penerima manfaat, dan posisi pemain domestik menjadi penting," ucapnya.

Lebih lanjut ia menyarankan, jika Susi ingin berhasil dan dinilai berprestasi seharusnya jangan bergantung semata-mata hanya berdasarkan pada ekspor ikan hasil tangkap.

"Kalau begitu adanya kita akan sulit bersaing dengan Thailand, Vietnam maupun negara lain yang menguasai sumber perikanan di laut. Negeri Indonesia ini punya satu kekurangan, yakni ketidakberdayaan budidaya perikanan," cetusnya.

Sementara, menurut mantan Menteri Koordinator Perekonomian, Kwik Kian Gie menjelaskan, peran menteri di Kabinet Kerja Presiden Jokowi saat ini hanya melakukan pencitraan semata dan tidak jelas kerjaannya.

"Menteri di era pemerintahan Joko Widodo saat ini tidak jelas kerjanya. Membuat regulasi itu kalkulasinya harus jelas. Bagi investor seharusnya kebijakan pemerintah tidak asal-asalan. Jangan salahkan jika investor saat ini justru wait and see, menunggu reshuffle berikutnya. Itu yang mereka butuhkan," tuturnya.

Dalam hal mengambil keputusan ataupun kebijakan, kata Kwik, menteri harus bijaksana. "Percuma jika Presiden mengimbau investor untuk datang ke Indonesia, tapi tanpa ada kalkulasi yang jelas. Investor itu memiliki staf yang pintar-pintar lho! Jadi mana ada investor yang mau ke Indonesia jika regulasinya kacau balau," pungkasnya.

sedangkan, hal senada dikatakan pengamat ekonomi dari Indef, Aviliani. Ia mengutarakan, untuk masalah kepercayaan investor amat bergantung terhadap kepastian hukum di suatu negara tempat diinvestasikannya modal tersebut. 

"Hambatan paling utama yang menjadi sebab mengapa dalam dua tahun terakhir realisasi investasi amat rendah adalah masalah ketidakpastian regulasi dan hukum yang di Indonesia yang tidak pernah diselesaikan. Akibat dari ketidakpastian hukum, ujar dia, adalah stabilitas politik yang tidak pernah kunjung terjadi di negeri ini," ujarnya.

Oleh karena itu, sebaiknya Presiden Jokowi harus melakukan pembenahan institusi yang berhubungan dengan hukum dan investasi serta mempersiapkan institusi di darah untuk mengembangkan industri hulu dan hilir. 

"Masih saja ada pihak yang masing-masing dengan kepentingan yang berbeda-beda yang pada akhirnya akan mempengaruhi seluruh kebijakan serta berdampak pada iklim investasi," jelasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Achmad Fauzi
Editor: Achmad Fauzi

Advertisement

Bagikan Artikel: