Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

APCI Berupaya Jaga Eksistensi Industri Tembakau Nasional

Warta Ekonomi -

WE Online, Makassar - Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) menyatakan konsisten menjaga eksistensi industri tembakau secara nasional.

"Kami berupaya menjaga eksistensi produksi cengkeh nasional yang merupakan industri salah satu penyumbang devisa bagi negara," kata Ketua Umum APCI Dahlan Said di Makassar, Senin (30/11/2015).

Menurut dia Industri Hasil Tembakau (IHT) Indonesia merupakan industri padat modal dan padat karya. Sektor industri hasil tembakau telah menyerap 90 persen dari total produksi cengkeh nasional. Industri ini, lanjutnya, termasuk dalam sepuluh prioritas industri nasional dan menyumbang 9,6 persen dari APBN.

"Hari ini IHT tengah mengalami masa-masa sulit yang berimbas terhadap kelangsungan hidup petani cengkeh, katanya kepada wartawan.

Dahlan menyebut Propaganda kelompok anti tembakau telah berhasil membangun opini negatif produk olahan tembakau. Kendati propaganda tersebut diketahui adalah agenda utama mereka mendesak pemerintah RI untuk meratifikasi FCTC.

"FCTC adalah produk hukum WHO yang awalnya bersifat mengendalikan telah berubah menjadi regulasi yang bersifat pelarangan," paparnya .

Dalam ketentuan pasal 99 dan 10 FCTC adalah pelarangan penggunaan zat perasa atau flavor termasuk cengkeh. Aturan ini jelas-jelas upaya yang sistematis dalam membunuh keberadaan petani cengkeh.

"Ada upaya kenaikan target cukai yang eksesif, termasuk produk turunan dari FCTC dalam mematikan eksistensi industri tembakau nasional," kata Dahlan Disela acara rapat kerja nasional APCI VII di Makassar, Dahlan Said menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah menaikkan target cukai 2016 sangat kurang bijaksana.

Dirinya menyatakan bisa dipastikan akan ada pengurangan tenaga kerja karena terjadinya penurunan produksi, pada akhirnya akan berakibat pada penurunan permintaan bahan baku khususnya cengkeh dan tembakau. Dahlan menambahkan, bilamana ini berlanjut maka akan terjadi kelebihan pasokan cengkeh yang pada ujungnya akan menekan harga di petani cengkeh.

Masa panen raya 2015 ini sempat membuat petani cengkeh panik, karena harga merosot hingga menyentuh level Rp50 ribu per kilogram, hal ini merupakan tingkat harga terendah dalam lima tahun terakhir.

Harga cengkeh, kata dia, cukup tinggi membuat motivasi petani cengkeh untuk penanaman dan perluasan lahan perkebunan cengkeh dalam lima tahun terakhir.

Ironisnya Kementerian Perdagangan telah melakukan liberalisasi impor cengkeh yang justru akan memperburuk kondisi percengkehan Nasional.

Wajar bila muncul kekhawatiran akan terjadinya Badan Penyangga Petani Cengkeh (BPPC) jilid II. Kehadiran dan peran pemerintah menjadi arti penting dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat serta kesejahteraan petani cengkeh yang berkelanjutan.

Sementara Ketua DPD APCI Sulawesi Selatan Syahrir memastikan akan terus memperjuangkan eksistensi industri hasil tembakau nasional meskipun terpaan regulasi nasional belum berpihak pada sektor IHT.

"Saat ini Sulsel masih masuk lima besar penghasil cengkeh nasional, dengan total produksi 17.525 ton pada luas areal 49.296 Ha yang tersebar di 21 kabupaten, kata Syahrir menambahkan.

Untuk Sulsel masuk APBD Sulsel sebutnya, bagi perkebunan mencapai Rp30 miliar yang masuk ke kas negara "Produksi ini masih kurang. Kami berupaya meningkatkan produksi mencapai 40 ribu ton dari luas areal yang ada. Produksi terbanyak dari Luwu mencapai 9 ribu ton dari 15 hektare, katanya menjelaskan. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Achmad Fauzi

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: