Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengenali Konflik Kepentingan Sebagai Salah Satu Bentuk Fraud

Oleh: ,

Warta Ekonomi, Jakarta -

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) membuat taksonomi fraud dengan mengelompokkan fraud di lingkungan kerja menjadi tiga kelompok, yaitu korupsi, penyajian laporan keuangan yang tidak benar atau tidak wajar (fraudulent financial statement), dan penyalahgunaan atau penggelapan harta organisasi.

Di dalam salah satu kelompok korupsi tersebut terdapat jenis fraud berupa konflik kepentingan (conflict of interest). Konflik kepentingan terjadi jika seseorang dalam mengambil keputusan penjualan, keputusan hukum, keputusan keuangan, keputusan pembelian, atau keputusan operasional dan keputusan kebijakan dalam bentuk dan nama apapun tidak memihak kepada nilai kejujuran, keadilan, dan kebenaran. Ini adalah konsep universal dari konflik kepentingan. Dalam konteks organisasional, konflik kepentingan biasanya tidak memihak kepada kepentingan dan tujuan organisasional dengan mengabaikan kode etik.

Konflik kepentingan memang tidaklah selalu membawa kerugian secara langsung seperti halnya penyalahgunaan atau penggelapan harta organisasi, namun lambat laun setelah konflik kepentingan terjadi adalah adanya kerugian materil yang diderita organisasi, pihak lain, atau diderita organisasi bersama pihak lain. Karena kerugian tersebut tidak selalu secara langsung diketahui dan berdampak kepada organisasi, seringkali konflik kepentingan hanya dilokalisir sebagai perbuatan tidak etis (melanggar kode etik), bukan perbuatan fraud.

Misal dalam proses pengadaan secara langsung di mana pemutus pengadaan menentukan vendor sebagai pemenang tanpa ada pegawai yang tahu vendor tersebut terkait dengan pemutus pengadaan. Nyatanya, kewajiban vendor atas kontrak dilakukan dengan baik dan harga cukup wajar atau dalam banyak situasi vendor tersebut sudah menjadi rekan kepercayaan organisasi. Padahal, status kepercayaan tersebut tidak memenuhi kriteria strategic supplier relationship management.

Konflik kepentingan baru dinyatakan fraud bilamana konflik kepentingan tersebut disertai pemberian laporan dan informasi palsu atau penyalahgunaan aset organisasi sehingga merugikan organisasi atau terdapat aliran keuntungan atau manfaat ekonomis kepada pegawai organisasi. Misal, dalam proses pengadaan di atas ternyata pemutus pengadaan memperoleh hadiah dari vendor atau harga pengadaan di atas harga wajar.

ACFE memasukkan konflik kepentingan sebagai fraud dalam kelompok korupsi karena dapat menjadi pintu gerbang justifikasi atau pembenaran atau rasionalisasi suatu pilihan dan keputusan berdasarkan kehendak pribadi yang apabila tidak tidak dicegah dapat menstimulasi perilaku koruptif dan menyuburkan atau menyebabkan pembiaran praktik pengelolaan organisasi yang tidak sehat dan tidak transparan yang penuh kecurigaan.

Pada contoh pengadaan di atas, vendor tersebut akan tetap menjadi vendor selama pejabat pemutus masih memiliki kepentingan dan lambat laun dapat terjadi kualitas kerja dan harga dari vendor tidak sebaik di awalnya menjadi vendor.

Kenapa tone at the top tidak juga dapat diungkapkan oleh pemimpin tingkat atas bahkan pemilik dan kenapa walk the talk tidak juga dijumpai sehingga menimbulkan hipokrit? Bisa jadi karena masih terdapat konflik kepentingan. Mencegah konflik kepentingan tidak cukup dengan membuat kode etik dan piagam integritas yang dibacakan dan ditandatangani semua pegawai. Konflik kepentingan ada di pikiran dan hati sanubari. Cukup sulit memastikan keberadaannya walaupun indikasi mungkin terlihat. Jika konflik kepentingan semakin merata dan akut, bisa dibayangkan ketidaknyamanan dan ketidakpercayaan atas organisasi tersebut dan para pejabatnya.

Salah satu elemen pengendalian intern yang sehat pada lingkungan pengendalian menurut COSO adalah the organization demonstrates a commitment to integrity and ethical values. Beberapa hal yang harus terpenuhi adalah adanya standar perilaku (standards of conduct) atau aturan etika dan tone at the top.

Pada standar perilaku tersebut biasanya terdapat ketentuan tentang konflik kepentingan. Bila ada organisasi yang belum membuat standar perilaku, organisasi ini masih jauh disebut sebagai organisasi yang memiliki pengendalian intern yang sehat. Bagi organisasi yang sudah membuat standar perilaku, organisasi ini pun masih belum disebut sebagai organisasi yang memiliki pengendalian intern yang sehat jika standar perilakunya nyatanya tidak efektif diimplementasikan.

Mengingat korupsi identik dengan penyalahgunaan kekuasaan, jabatan, kedudukan, atau pengaruh yang notabene adalah amanah yang tidak dilaksanakan dengan jujur dan tidak bertanggung jawab, untuk mengurangi risiko koruptif atau untuk mendapatkan kesesuaian tone at the top dan walk the talk serta menghilangkan sifat dan sikap hipokrit seharusnya bahaya laten konflik kepentingan harus dijadikan suatu prinsip yang ditaati untuk dihindarkan secara jujur dan terbuka.

Selain dimulai dari pucuk pimpinan atas yang jujur menghindari konflik kepentingan, kewajiban menghindari konflik kepentingan harus disosialisasi (reinforce) secara rutin dan mudah diingat. Harus dibuatkan mekanisme pelaporan, pembuktian, atau keterbukaan sukarela yang dapat seketika diterapkan oleh sang pemutus atau pemegang kewenangan itu sendiri bila terdapat indikasi ketidakwajaran yang terkait dengan konflik kepentingan. Selain itu, harus ada mekanisme pelaporan indikasi konflik kepentingan oleh whistleblower dan tindak lanjutnya yang efektif.

Internal auditor memiliki peran strategis untuk memperkuat tata kelola organisasi yang sehat, manajemen risiko (termasuk risiko fraud), dan pengendalian intern. Internal auditor semestinya mengevaluasi dan meng-assess keefektifan inisiatif dan program pencegahan fraud atau dalam tataran sempit mengevaluasi dan meng-assess keefektifan kode etik dan budaya organisasi yang sehat yang dapat turut membantu pencegahan fraud.

Mungkin masih sangat jarang internal auditor melakukan audit tersebut, sangat jarang juga mengevaluasi risiko konflik kepentingan sebagai salah satu risiko fraud dalam kegiatan auditnya. ACFE mengharapkan internal auditor dapat lebih berperan dalam mendorong tata kelola organisasi yang sehat, penerapan manajemen risiko, dan pengendalian intern yang meminimalisasi risiko fraud (termasuk konflik kepentingan).

Pada saat hari kemerdekaan Indonesia, penulis mendapat kiriman berita dari Mas Amien Sunaryadi, mantan Wakil Ketua KPK, yang mengingatkan bahwa tujuan bernegara adalah antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut tidak akan bisa tercapai selama korupsi masih mendistorsi keputusan publik dan masih menggerogoti keuangan negara.

Kalaulah kita perluas, kondisi ini analog juga dengan kondisi di sektor komersial bahkan nirlaba. Korupsi di sektor komersial juga eksis dan menggerogoti organisasi serta turut berdampak ke publik. Karena itu, mari kita berantas korupsi. Tentunya mulai dari mengikis konflik kepentingan karena ini adalah pintu masuk (welcome gate) perbuatan koruptif lanjutan.

Penulis: Diaz Priantara, Board of ACFE Indonesia Chapter and Board of IIA Indonesia

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: