Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

BI Temukan 783 Kupva BB Tak Berizin

BI Temukan 783 Kupva BB Tak Berizin Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Semarang -

Bank Indonesia (BI) mengidentifikasi hingga 24 Maret 2017, setidaknya ada 783 Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (Kupva BB) atau yang akrab disebut money changer tak berizin. Angka ini meningkat bila dibandingkan bulan Januari yang hanya tercatat 632 Kupva BB tak berizin.

Kupva BB atau money changer tersebut diawasi dan diatur oleh Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/20/PBI/2016 tentang Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank. Oleh sebab itu, Kupva BB diminta untuk mengantongi izin dari bank sentral dan bila tak berizin, maka operasionalnya dapat dicabut.

Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, Eny V Panggabean mengatakan, dari total 783 Kupva BB tersebut, sebanyak 44 telah mengajukan izin. Kemudian 59 di antaranya berminat mengajukan izin dan 7 telah menutup kegiatan usahanya.?

"Jadi yang 680 ini yang belum jelas apakah mau ditutup atau tetap buka. Kami mohon mereka segera mengambil sikap," ujar Eny saat Media Briefing Penertiban Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Tidak Berizin di kantor Polda Jawa Tengah, Rabu (29/3/2017).

Lebih jauh, berdasarkan wilayah sebaran, sebanyak 416 Kupva BB berlokasi di Jawa dan 184 berlokasi di Sumatra. Selain itu, 90 Kupva BB tak berizin berlokasi di Bali dan Nusa Tenggara serta 82 berlokasi di Kalimantan. Adapun di Sulawesi, Maluku, dan Papua, tercatat sebesar 11 Kupva BB tidak mengantongi izin.

"Paling banyak di Jawa. Kami meminta Kupva BB untuk segera mengajukan izin sebelum 7 April 2017 (batas akhir masa transisi PBI Kupva BB)," cetus Eny.

Selain BI, pihak kepolisian juga turut mengawasi dan menindak kegiatan Kupva BB yang melanggar hukum. Pasalnya, tidak menutup kemungkinan Kupva BB dapat melakukan tindak pidana, khususnya tindak pidana pencucian uang, transaksi narkotika, pendanaan terorisme, dan sejenisnya.

"Kegiatan usaha ini bisa menjadi lubang berbahaya secara sistematis akan mempengaruhi sistem ekonomi," imbuh Direktur Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri Brigjen Polisi Agung Setya di tempat yang sama.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Dewi Ispurwanti

Advertisement

Bagikan Artikel: