Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pakar: Holding BUMN Tidak Melanggar Hukum

        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pakar hukum energi Universitas Indonesia Wasis Susetyo menyatakan, tidak ada aturan dan hukum yang ditabrak dalam holding BUMN Migas, termasuk terkait pola inbreng saham.

        Sebaliknya, menurut dia, di Jakarta, Senin?(22/8/2016)?pembentukan holding BUMN tersebut justru sangat mendesak dan sesuai dengan amanah Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945.

        "Tidak ada satu pun yang dilanggar. Bahkan, pembentukan holding adalah perwujudan amanah konstitusi yang merupakan landasan hukum tertinggi di negara kita," kata Wasis melalui keterangan tertulis menanggapi pernyataan mantan Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri.

        Sebelumnya Faisal mengatakan, bahwa selain banyak menabrak aturan hukum, proses inbreng saham dalam holding BUMN juga tidak lazim dilakukan di dunia korporasi dan investasi.

        Menurut Wasis, tak ada yang salah dengan inbreng saham, sebab, holding berbeda dengan merger atau akuisisi yang akan "mematikan" badan usaha lain. Sedangkan dalam holding, baik PGN maupun Pertamina masih tetap ada dan beroperasi sebagaimana biasa, yang berbeda, hanya perencanaan, koordinasi, dan pengendalian yang sekarang berada di bawah holding.

        "Jadi inbreng tidak selalu terhadap aset, SDM, atau uang tunai. Inbreng saham juga bisa, karena inbreng hanya diperlukan untuk membuat payung hukum," katanya.

        Selain sesuai dengan konstitusi, tambahnya, PP tentang Holding BUMN Migas juga tidak bertentangan dengan berbagai UU. Bahkan terhadap UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas pun, PP tersebut juga tidak bertentangan.

        Menurut dia, meski UU tersebut meliberalisasi sisi hulu dan hilir, namun tidak satu pasal pun yang melarang sisi hulu dan hilir dipegang oleh satu BUMN.

        Wasis yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul itu menyatakan, begitu pula dengan UU lain, PP tersebut sama sekali tidak bertentangan.

        "UU tentang BUMN membolehkan negara yang memberikan kewenangan kepada satu BUMN untuk melakukan monopoli. Selain itu, UU mengenai persaingan usaha sehat uga membolehkan monopoli, sepanjang diinginkan oleh negara," ujarnya.

        Terkait pernyataan Faisal Basri yang menolak penggabungan PGN yang dianggap sehat ke dalam Pertamina yang dianggap sakit, menurut Wasis, dilihat dari skala usaha saja sudah jelas bahwa Pertamina jauh melebihi PGN.

        Begitu pula dengan ruang lingkup usaha, dimana Pertamina menguasai sisi hulu dan hilir, sedangkan PGN hanya berpengalaman di sisi hilir saja.

        "Kalau perusahaan lebih besar menguasai perusahaan lebih kecil itu suatu yang wajar saja," kata dia.

        Ekonom dari LPSE Universitas Gadjah Mada (UGM) Tonny Prasetyantono mengatakan, holding BUMN Migas memiliki nilai sangat strategis untuk ketahanan dan kedaulatan energi.

        Pasalnya, dengan holding maka akan meningkatkan kapital yang sangat dibutuhkan dalam persaingan di level global.

        "Engine-nya akan jauh lebih besar. Ini penting untuk menghadapi persaingan di level global agar lebih kompetitif," katanya.

        Selain itu, lanjut Tonny, holding juga diperlukan untuk efisiensi, sebab, dalam holding akan terjadi sinergi, karena PGN dan Pertamina memiliki area-area yang bersinggungan.

        Dengan sinergi, tambahnya, maka baik PGN maupun Pertamina akan lebih mudah membangun infrastruktur karena bisa dihindari membangun pipa-pipa yang saling bersinggungan satu sama lain. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: